kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.904.000   -25.000   -1,30%
  • USD/IDR 16.295   -10,00   -0,06%
  • IDX 7.113   44,39   0,63%
  • KOMPAS100 1.038   7,95   0,77%
  • LQ45 802   5,08   0,64%
  • ISSI 229   1,99   0,87%
  • IDX30 417   1,49   0,36%
  • IDXHIDIV20 489   1,52   0,31%
  • IDX80 117   0,66   0,57%
  • IDXV30 119   -0,75   -0,63%
  • IDXQ30 135   0,08   0,06%

Aturan desentralisasi fiskal dikaji ulang


Selasa, 13 September 2011 / 16:27 WIB
Aturan desentralisasi fiskal dikaji ulang
ILUSTRASI. Huawei jadi salah satu perusahaan yang masuk dalam daftar perusahaan yang dilarang mendapat dukungan investasi oleh AS.


Reporter: Herlina KD | Editor: Edy Can


JAKARTA. Pemerintah berencana memperbaiki aturan desentralisasi fiskal. Rencana ini dituangkan dalam revisi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Revisi kedua aturan ini sedang dikaji. Menteri Keuangan Agus Martowardojo menjelaskan revisi aturan ini bertujuan membuat sistem yang baik dalam pola pemekaran wilayah di Indonesia. "Kami melihat sistem yang sekarang perlu direvisi dan diperbaiki sehingga tidak membuat semua daerah yang mungkin belum siap untuk menjadi daerah mandiri dan belum bisa memberikan manfaat terbaik bagi daerahnya, itu terhalangi," ujarnya, Selasa (13/9).

Ada dua poin yang tengah dikaji. Pertama, pemerintah akan menetapkan belanja modal minimal 20% dari total APBD. Seperti diketahui, selama ini belum ada aturan yang mengatur mengenai belanja modal.

Kedua, terkait dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) menteri mengenai moratorium pegawai dan belanja pegawai maksimal 50% dari APBD. Nah, "Kalau rasio belanjanya terlalu tinggi, daerah itu untuk sementara tidak boleh menerima pegawai baru," tambah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Marwanto.

Menurut Marwanto, revisi aturan desentralisasi fiskal ini dilakukan setelah melihat evaluasi pemekaran wilayah selama 10 tahun terakhir. Katanya, Dana Alokasi Umum (DAU) lebih banyak diserap oleh daerah pemekaran hingga empat kali lipat. Sementara, lanjutnya, daerah yang tidak mengalami pemekaran hanya menerima kenaikan DAU dari pemerintah pusat kurang dari dua kali.

Menurut Marwanto, hasil evaluasi tersebut tidak sesuai dengan konsep DAU yang semula bertujuan menyeimbangkan kemampuan antara daerah. "Sehingga dalam revisi nanti akan dibuat aturan daerah yang mekar tidak bisa langsung dapa DAU, harus ke induk daerah," katanya.

Dalam pelaksanannya nanti, Marwanto bilang sistem reward and punishment juga akan terus dilakukan. Dalam dana transfer daerah, Marwanto bilang daerah yang menyerahkan APBD tepat waktu dan memperoleh opini wajar tanpa pengecualian akan memperoleh Dana Alokasi Khusus (DAK). Sebaliknya, daerah yang memperoleh hukuman bila pengelolaan APBD-nya masih buruk.

Marwanto menargetkan revisi aturan ini selesai pada akhir tahu. "Tahun depan bisa masuk ke DPR," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×