Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi VII Dewan perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati asumsi dasar di sektor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2024.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai rencana target asumsi dasar di sektor Kementerian ESDM masih moderat. Hal ini karena sisi volume subsidi energi yang di rencanakan lebih besar dibandingkan tahun anggaran 2022 dan 2023.
“Artinya pemerintah sudah memasukkan asumsi pertumbuhan konsumsi yang diseimbangkan dengan kondisi fiskal,” tutur Komaidi kepada Kontan.co.id, Rabu (7/6).
Baca Juga: Tahun 2024, Lifting Migas Ditargetkan Mencapai 1.676 Ribu BOEPD
Adapun asumsi dasar yang sudah disepakati di antaranya, Indonesian crude price (ICP) di kisaran US$ 75-80 per barel, lifting minyak dan gas (migas) 1.645 ribu Barel Oil Equivalent per Day (MBOEPD) hingga 1.676 ribu BOEPD.
Jumlah ini terdiri dari lifting minyak bumi untuk tahun 2024 sebesar 615 ribu Barel Oil Per Day (BOPD) hingga 640 ribu BOPD. Sementara itu, lifting gas bumi disepakati sebesar 1.030 ribu BOEPD hingga 1.036 ribu BOEPD.
Dari sisi volume, untuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ditargetkan sebesar 18,735 hingga 19,580 juta kilo liter. Jumlah ini meningkat jika dibandingkan outlook tahun ini yang sebesar 18,88 juta kilo liter.
Volume BBM ini terbagi menajdi minyak tanah sebesar 0,575 hingga 0,580 juta kilo liter, dan minyak solar sebesar 18.16 hingga 19.00 juta kilo liter.
Baca Juga: PGN Saka Kelola Blok Sangkar, Eksplorasi Bakal Digenjot
Kemudian, volume LPG 3 kg ditargetkan sebesar 8,20 hingga 8,30 juta matrik ton. Subsidi tetap minyak solar (gasoil 48) sebesar Rp 1.000-Rp3.000 per liter, dan susbidi listrik sebesar Rp 70,73 hingga Rp 75,70 triliun.
Komaidi menambahkan, yang perlu menjadi perhatian pemerintah justru pada kondisi lifting migas nasional. Sebab menurunta jika tidak mencapai target yang sudah ditentukan, maka impor akan lebih besar, sehingga secara tidak langsung akan membebani subsidi yang bisa lebih membengkak lagi.
Sementara itu, Kepala Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman juga menilai aumsi yang digunakan masih optimis meskipun diberikan jangkauan.
Meski begitu, menuruntnya target asumsi tersebut perlu dijaga ketika terjadi perubahan atau penyesuaian, mengingat tahun 2024 adalah tahun politik, yang mana bisa mempengaruhi akan mempengaruhi besran belanja subsidi.
Baca Juga: Target Lifting Migas Menurun, Pemerintah Didorong Tinjau Ulang Target 1 Juta Barel
Selain itu, pemerintah juga perlu memerhatikan penyaluran susbidi energi agar bisa tepat sasaran. Di antaranya, sasaran penerima manfaat subsidi dianjurkan menggunakan by name by adress dan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Kemudian, database yang sangat lengkap bagi penerima subsidi, mekinisme operasional distribusi subsidi harus tepat, cepat, dan akurat, serta bermanfaat, optimlisasi platform digital seperti my Pertamina, sebagai alat distribusi yang efisien dan efektif.
“Serta memastikan penerima subsidi ini bisa mengurangi angka kemiskinan ekstrim yang ditargetkan tahun 2024 sebesar nol%,” kata Rizal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News