kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Asosiasi apresiasi cukai HPTL tidak berubah, berikut penjelasannya


Selasa, 12 November 2019 / 15:21 WIB
Asosiasi apresiasi cukai HPTL tidak berubah, berikut penjelasannya
ILUSTRASI. Petugas kantor Bea dan Cukai menunjukkan cairan rokok elektrik (Vape Liquid) yang diimpor dari luar negeri di salah satu outlet penjualan di Blitar, Jawa Timur, Kamis (19/7). Mulai 1 Oktober mendatang, Bea Cukai akan memulai menerapkan tarif cukai produk


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto memberikan apresiasi terhadap keputusan Kementerian Keuangan yang tidak melakukan perubahan beban cukai pada Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL).

Keputusan tersebut dinilai bijaksana dan dapat membantu industri produk tembakau alternatif yang baru mulai ini untuk beradaptasi.

“Kami berterima kasih pada pemerintah yang memperhatikan kelangsungan industri baru ini dengan tidak menaikkan beban cukai atau HJE minimum HPTL. Keputusan ini sangat bijaksana dan membantu industri kami, yang baru diatur kurang lebih satu tahun ini, untuk beradaptasi pada ketentuan-ketentuan baru yang dijalankan. Hal ini juga memotivasi kami untuk melakukan evaluasi dan mengembangkan industri baru ini lebih baik lagi,” kata Aryo dalam keterangannya, Selasa (12/11).

Baca Juga: Ekonom Universitas Brawijaya tekankan pemerintah untuk ekstensifikasi cukai

Pada Oktober lalu, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152/PMK.010.2019 untuk menaikkan cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok, namun pada beleid tersebut tidak terjadi perubahan ketentuan untuk HPTL.

Aryo melanjutkan keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan beban cukai HPTL sudah tepat. Hal ini karena industri produk tembakau alternatif masih baru mulai dan belum berkembang.

“Ada beberapa faktor, salah satunya karena peraturan ini baru diperkenalkan jadi masih ada pelaku usaha HPTL, yang 90 persen adalah UMKM, belum mendaftarkan usahanya untuk bayar cukai. Kami terus berusaha melakukan sosialisasi kepada teman-teman mengenai kebijakan yang dikeluarkan Ditjen Bea dan Cukai ini,” jelasnya.

Baca Juga: Bea Cukai optimistis target penerimaan tahun ini capai target, ini alasannya

Ia menambahkan pemerintah diharapkan menjaga kelangsungan industri baru ini dengan tidak mengeluarkan peraturan yang memberatkan. Sebab, pengenaan tarif cukai maksimal sebesar 57% sudah membebani industri.

“Kami mohon pada pemerintah untuk memberikan dukungan dengan tidak melakukan perubahan kebijakan cukai atau menaikkan beban cukai yang harus dibayarkan. Apalagi, menaikkan HJE minimum. Kami minta status quo untuk beberapa tahun ke depan, setidaknya sampai industri ini sudah stabil dan informasi terkait industri dapat dikaji secara komprehensif. Industri ini akan semakin terpuruk jika beban cukainnya naik lagi,” serunya.  

Belum berkembangnya industri ini juga ditunjukkan dengan tidak bertumbuhnya jumlah pengguna produk HPTL di Indonesia yang masih stagnan di sekitar satu juta pengguna.

Baca Juga: Bea Cukai selamatkan kerugian negara Rp 5,8 miliar dari rokok dan HPTL ilegal

Aryo menjelaskan stagnasi ini lantaran masyarakat tidak mendapatkan informasi yang akurat tentang potensi dari produk tembakau alternatif. Selain itu, banyaknya berita negatif terkait penyalahgunaan narkoba pada rokok elektrik juga memiliki andil dalam hal tersebut.

Kajian ilmiah untuk meluruskan persepsi yang salah tentang produk tembakau alternatif memiliki peran yang krusial. Sejumlah negara, seperti Inggris, Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat telah melakukan penelitian pada produk tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa produk tersebut berbeda dengan rokok karena tidak menghasilkan asap dan TAR.

“Kami siap bersinergi dengan pemerintah dan pemangku kebijakan lainnya untuk melakukan kajian ilmiah bagi produk tembakau alternatif, baik dari sisi kesehatan hingga dampak ekonominya. Kajian ini dapat menjadi data acuan bagi pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan. Kami harap pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan tambahan sebelum ada basis data atau kajian yang valid,” pungkas Aryo.

Baca Juga: Target penerimaan cukai hasil tembakau tahun depan sebesar Rp 158,8 triliun

Berkaitan dengan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, Aryo meminta pemerintah melibatkan pelaku industri.

Masuknya wacana rokok elektrik dalam beleid tersebut akan berpengaruh pada kelangsungan industri ini. Sampai saat ini, pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan, belum meminta pandangan dari industri terhadap rencana revisi tersebut. Revisi tersebut terkesan dijalankan secara diam-diam.

"Pemerintah seharusnya mengajak asosiasi dalam pembahasan revisi PP 109/2012 agar hasil dari kebijakan tersebut memberikan keadilan bagi industri produk tembakau alternatif. Jika tidak juga melibatkan asosiasi, hal ini berpotensi menjadi preseden buruk bagi dunia usaha karena tidak diberikannya kesempatan kepada pelaku usaha untuk menyampaikan pandangannya," tutup Aryo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×