Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Belum berkembangnya industri ini juga ditunjukkan dengan tidak bertumbuhnya jumlah pengguna produk HPTL di Indonesia yang masih stagnan di sekitar satu juta pengguna.
Baca Juga: Bea Cukai selamatkan kerugian negara Rp 5,8 miliar dari rokok dan HPTL ilegal
Aryo menjelaskan stagnasi ini lantaran masyarakat tidak mendapatkan informasi yang akurat tentang potensi dari produk tembakau alternatif. Selain itu, banyaknya berita negatif terkait penyalahgunaan narkoba pada rokok elektrik juga memiliki andil dalam hal tersebut.
Kajian ilmiah untuk meluruskan persepsi yang salah tentang produk tembakau alternatif memiliki peran yang krusial. Sejumlah negara, seperti Inggris, Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat telah melakukan penelitian pada produk tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa produk tersebut berbeda dengan rokok karena tidak menghasilkan asap dan TAR.
“Kami siap bersinergi dengan pemerintah dan pemangku kebijakan lainnya untuk melakukan kajian ilmiah bagi produk tembakau alternatif, baik dari sisi kesehatan hingga dampak ekonominya. Kajian ini dapat menjadi data acuan bagi pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan. Kami harap pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan tambahan sebelum ada basis data atau kajian yang valid,” pungkas Aryo.
Baca Juga: Target penerimaan cukai hasil tembakau tahun depan sebesar Rp 158,8 triliun
Berkaitan dengan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, Aryo meminta pemerintah melibatkan pelaku industri.
Masuknya wacana rokok elektrik dalam beleid tersebut akan berpengaruh pada kelangsungan industri ini. Sampai saat ini, pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan, belum meminta pandangan dari industri terhadap rencana revisi tersebut. Revisi tersebut terkesan dijalankan secara diam-diam.
"Pemerintah seharusnya mengajak asosiasi dalam pembahasan revisi PP 109/2012 agar hasil dari kebijakan tersebut memberikan keadilan bagi industri produk tembakau alternatif. Jika tidak juga melibatkan asosiasi, hal ini berpotensi menjadi preseden buruk bagi dunia usaha karena tidak diberikannya kesempatan kepada pelaku usaha untuk menyampaikan pandangannya," tutup Aryo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News