Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dikabarkan telah mengusulkan penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi untuk karyawan ke level 0% hingga akhir tahun ini.
Usulan ini sebagai langkah pemerintah AS memberikan stimulus jangka pendek bagi perekonomian yang sedang tertekan oleh wabah virus Corona.
Meski belum final diputuskan, rencana penurunan PPh karyawan di AS menambah jajaran kebijakan fiskal longgar yang dilakukan oleh negara-negara di dunia untuk menopang pertumbuhan ekonominya.
Baca Juga: Ini daftar insentif stimulus fiskal buat manufaktur demi tangkal efek viruskorona
Tak terkecuali pemerintah Indonesia yang rencananya juga akan mengucurkan insentif pajak karyawan atau PPh pasal 21 dalam waktu dekat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya sudah membahas secara detail terkait insentif PPh pasal 21 yang akan diberikan.
“Kita sudah lihat pengalaman 2008-2009, sudah siapkan mekanisme, sudah kita hitung juga kalau kita berikan berapa bulan, scope-nya apa saja atau sektor yang ditarget apa saja, kita sudah kalkulasikan. Jadi dari sisi pembahasan teknis di Kemenkeu 95% sudah selesai,” tuturnya, Selasa (10/3).
Baca Juga: Sikapi dampak virus corona, Sri Mulyani lakukan inventarisasi instrumen kebijakan
Namun, bendahara negara itu masih enggan menjabarkan apa bentuk insentif pajak karyawan yang akan diberikan — potongan tarif, penundaan pembayaran, atau pajak ditanggung oleh pemerintah.
Keputusan lebih lanjut katanya berada di tangan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang s ore ini rencananya akan menggelar rapat koordinasi untuk membahas kelanjutan kebijakan stimulus perekonomian dalam rangka antisipasi dampak Covid-19 di kantornya.
“Pak Menko nanti yang akan memutuskan skala dan cakupan insentif, serta jangka waktu pemberian insentif akan berapa lama,” pungkas Sri Mulyani.
Baca Juga: Sri Mulyani kaji pemberian stimulus fiskal seperti krisis 2009, apa saja itu?
Yang jelas, Sri Mulyani menyampaikan bahwa dalam menentukan respon kebijakan, pemerintah bersikap hati-hati.
Pasalnya, saat ini tidak ada satu pun negara yang tahu persis sampai kapan wabah corona akan berlangsung. Pemerintah maupun berbagai institusi hanya dapat melakukan assessment berdasarkan skenario-skenario untuk menetapkan langkah kebijakan.
“Seperti di AS pun, Presiden Trump mengatakan akan membuat kebijakan yang bold, tetapi di sisi lain tetap selektif. Perdana Menteri Kanada, Presiden Prancis, juga begitu, melakukan tindakan yang secara spesifiknya masih proses. Ini supaya respon kebijakan sesuai dengan masalah dan kedalaman persoalan yang dihadapi,” ujar Sri Mulyani.
Baca Juga: Ini kekhawatiran buruh seputar omnibus law cipta lapangan kerja
Adapun Kemenkeu saat ini telah menyiapkan kebijakan fiskal berbasis skenario jangka pendek, yaitu untuk 1-2 bulan ke depan, juga skenario jangka panjang yaitu di mana wabah Corona dan dampaknya bisa bertahan 6 bulan sampai akhir tahun.
“Kita ingin menjaga untuk jangka panjang. Makanya amunisi (kebijakan) tidak habis di depan, supaya pemerintah tetap mampu mengintervensi jika ini memang berlangsung jangka panjang,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News