Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setahun program amnesti pajak berlalu, pemerintah melanjutkan reformasi sistem perpajakan nasional agar dapat menjangkau secara luas potensi pajak. Kerap disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, fokus saat ini adalah memperbaiki peraturan, SDM, organisasi, sistem IT, dan proses bisnis.
Dalam rangka reformasi, revisi Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP) menjadi salah satu agendanya. Namun, pembahasan RUU ini masih mandek.
Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Prijo Handojo mengatakan dari sisi substansi, draf RUU KUP ini terbilang buruk. Sebab, alih-alih reformasi, rancangan aturan ini lebih memberatkan WP.
“RUU KUP yang saya baca sangat jelek. Isinya cuma menambah kekuasaan DJP dan memperberat sanksi kepada wajib pajak (WP),” kata Prijo kepada KONTAN, Senin (12/2).
Selain dari Apindo, Kamar Dagang Indonesia (Kadin) juga menyatakan bahwa RUU ini lebih condong mementingkan sisi pemerintah daripada WP. “Walau dibilang termasuk reformasi, tetapi kurang business friendly,” ucapnya.
Oleh karena itu, ketimbang serius dengan revisi UU, kalangan usaha mengimbau agar pemerintah fokus saja terhadap reformasi pajak yang di luar UU, seperti memperbaiki SDM, organisasi, sistem IT, dan proses bisnis.
“Tanpa perubahan KUP, reformasi tetap bisa jalan. Reformasi Sistem Informasi dan proses bisnis sedang berjalan, tapi masih ada yang belum berjalan baik,” ujar Prijo.
Ia bilang, aspek yang belum menunjukkan tanda-tanda reformasinya sendiri adalah dalam hal peraturan perpajakan. Dalam hal ini, ia melihat, peraturan perpajakan masih bertentangan satu dengan yang lain.
Adapun reformasi mental di sisi SDM Ditjen Pajak juga belum terlihat. “Belum kelihatan petugas pajak merasa dirinya sebagai pelayan masyarakat. Pada umumnya masih merasa sebagai penguasa,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News