Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih menyusun aturan pajak untuk bisnis jual beli online (e-commerce) berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Namun, pembahasan masih terhambat soal pihak mana yang akan dijadikan Wajib Pungut (WAPU) Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Selain itu, dari sisi Pajak Penghasilan (PPh), pemerintah juga belum memiliki dasar hukum yang kuat untuk menarik PPh Badan dari perusahaan teknologi yang tidak memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Meski demikian, Direktur Peraturan Perpajakan I Arif Yanuar mengatakan, dalam RUU KUP yang tengah dibahas oleh Komisi XI DPR RI, pemerintah memiliki perubahan tentang definisi subjek pajak.
"Kami ada perubahan bahwa subjek itu termasuk yang memiliki aktivitas," kata Arif di Gedung DPR, Rabu (7/12). Selama ini, subjek pajak masih melihat domisili dan secara fisik di suatu negara. Nah, nanti RUU KUP akan mengakomodasi perusahaan seperti itu.
Menurut Arif, hal ini mencakup ketentuan bahwa misalnya ada perusahaan e-commerce dari luar yang masuk ke Indonesia di mana masyarakat Indonesia bisa menggunakan jasa dari perusahaan tersebut namun tidak memiliki Badan Usaha Tetap (BUT). Sebab, masih ada perusahaan digital yang belum bisa tertangkap PPh Badannya.
Berdasarkan draf RUU KUP yang diterima Kontan.co.id, dalam Pasal 2 tercantum bahwa “Setiap orang pribadi atau Badan yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Lembaga yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan Badan untuk diberikan Nomor Identitas Pembayar Pajak.”
Dalam UU KUP yang ada saat ini, Pasal 2 tersebut berbunyi, “Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.”
“Ini kan aktivitasnya, objeknya sama saja. Mudah-mudahan sudah tercakup oleh aturan-aturan itu,” kata Arif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News