kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Apindo: Perpres beneficial owner bikin timpang tindih


Rabu, 07 Maret 2018 / 21:47 WIB
Apindo: Perpres beneficial owner bikin timpang tindih
ILUSTRASI. Ilustrasi Opini - Mengejar Potensi Penerimaan Pajak


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aturan pencantuman nama penerima manfaat alias beneficial ownership dalam keterbukaan informasi perusahaan dinilai Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sebagai aturan tumpang-tindih.

Soalnya, dalam aturan pembentukan perusahaan, nama-nama tersebut sudah tercantum di daftar milik Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham).

Ketua Apindo Bidang Kebijakan Publik Danang Girindrawardana mengatakan, aturan ini malah memberi kesan pemerintah 'blunder' tidak memiliki data-data penting akan kepemilikan korporasi yang seharusnya bisa ditarik dari Ditjen AHU.

"Juga, di struktur Pajak Penghasilan (PPh) juga sudah terkait dengan nama-nama pemilik korporasi dan berapa besar persentase saham mereka di sana," jelasnya kepada KONTAN, Rabu (7/3).

Selain itu, bila pemerintah ingin menerapkan aturan ini untuk mengejar tindak pencucian uang, maka Danang melihat pemerintah bakal harus melakukan redefinisi pada pengertian 'money laundering,' terutama pada instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pasalnya, aturan KUHP KPK masih belum meliputi penyidikan di sektor swasta dan hanya menangani tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara.

Selain itu ada juga lembaga KPPU yang dibangun untuk memonitor praktik monopoli kartel antar perusahaan, adapun pemerintah juga sudah memiliki badan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memonitor transaksi keuangan antar pribadi dan kerap jadi acuan untuk kasus pencucian uang, korupsi dan aliran dana mencurigakan antar rekening.

"Negara sudah punya kemudian minta lagi, sehingga bisa menyebabkan ketidaksesuaian perundangan antar satu badan dengan yang lainnya," jelas Danang.

Akhirnya, Peraturan Presiden (Perpres) tentang beneficial ownership, yang mengatur keterbukaan pemilik manfaat dari sebuah korporasi resmi berlaku.

Hal ini sejalan dengan diterbitkannya Perpres Nomor 13 Tahun 2018 tentang Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Terorisme.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×