Reporter: Abdul Basith | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bisa membuat industri menjadi tidak kompetitif.
Pasalnya porsi iuran BPJS baik BPJS Kesehatan mau pun BPJS Ketenagakerjaan cukup besar dari beban perusahaan. Sementara pengelolaannya dinilai belum baik.
Baca Juga: Meski masih defisit, tunjangan direksi BPJS dinaikkan dua kali lipat
"Iuran BPJS sekitar 12% dari beban yang dibayar perusahaan," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Harijanto kepada Kontan.co.id, Rabu (14/8).
Penambahan besaran iuran diminta untuk menambal masalah keuangan BPJS. Sementara pengelolaan keuangan sendiri tidak diperbaiki sehingga tidak menyelesaikan masalah yang berpotensi kembali membebani pengusaha.
Kekhawatiran penambahan iuran juga bisa disebabkan usulan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri. Sebelumnya Hanif mengusulkan menambahkan dua jaminan sosial yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan Jaminan Pelatihan dan Sertifikasi (JPS).
Baca Juga: Tambahan tunjangan untuk direksi BPJS bukan berasal dari dana jaminan kesehatan
Namun, Harijanto masih enggan berkomentar mengenai potensi penambahan beban akibat tambahan tersebut. Hanya saja Harijanto menekankan pentingnya manajemen yang baik.
"Makanya tidak bisa asal-asalan aja ini masalah competitiveness," terang Harijanto.
Saat ini industri Indonesia pun sudah kalah kompetitif dibandingkan Vietnam. Penambahan beban biaya akan menekan kompetitif disamping masalah pengupahan juga menjadi masalah.
Kenaikan upah di Indonesia dilakukan setiap tahunnya. Sementara di Vietnam kenaikan upah tidak dilakukan setiap tahun.
Baca Juga: BPJS Watch minta Kemenkeu cabut tambahan insentif bagi dewan pengawas BPJS
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News