kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.546.000   5.000   0,32%
  • USD/IDR 16.204   -4,00   -0,02%
  • IDX 7.080   -0,79   -0,01%
  • KOMPAS100 1.052   3,80   0,36%
  • LQ45 824   2,53   0,31%
  • ISSI 211   0,49   0,23%
  • IDX30 423   0,93   0,22%
  • IDXHIDIV20 507   1,85   0,37%
  • IDX80 120   0,24   0,20%
  • IDXV30 124   0,51   0,42%
  • IDXQ30 140   0,32   0,23%

APBN 2025: Target Pajak Karyawan Digenjot, Pajak Korporasi Dipangkas


Minggu, 08 Desember 2024 / 20:21 WIB
APBN 2025: Target Pajak Karyawan Digenjot, Pajak Korporasi Dipangkas
ILUSTRASI. Petugas melayani wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga di Jakarta, Selasa (5/3/2024). Pemerintahan Prabowo Subianto akan menggenjot setoran pajak karyawan pada tahun 2025, sementara , penerimaan pajak korporasi ditargetkan turun.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

Di sisi lain, peningkatan target PPh 21 pada 2025 juga tidak terlepas dari kian sempurnanya integrasi data NIK dan NPWP serta mulai diimplementasikan Coretax, di mana pemerintah optimis sistem tersebut akan meningkatkan kepatuhan pajak sehingga berdampak terhadap penerimaan PPh 21.

"Pemerintah optimistis para pekerja informal juga akan masuk ke dalam sistem administrasi perpajakan sehingga harapannya meningkatkan PPh 21 juga," katanya.

Sementara itu, target PPh Badan yang menurun pada 2025 ini dikarenakan kondisi ekonomi yang masih dipenuhi ketidakpastian global. Bahkan, Ariawan memperkirakan kontraksi penerimaan PPh Badan pada tahun ini masih akan berlanjut pada 2025.

Tidak hanya itu, pemberian insentif mulai dari tax holiday dan tax allowance guna meningkatkan gairah dunia usaha juga akan mengurangi setoran PPh Badan pada tahun depan.

"Namun hal itu diperlukan pemerintah untuk tujuan jangka panjang yang lebih menguntungkan bagi Indonesia," imbuh Ariawan.

Baca Juga: Kontroversi Kenaikan PPN dan Tax Amnesty Jilid III dan Blunder Penurunan PPh Badan

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa strategi pemerintah dalam menaikkan target PPh 21 seharusnya bisa lebih difokuskan pada implementasi Coretax yang dapat mempermudah pembayaran pajak dan meningkatkan kepatuhan, ketimbang mengambil risiko dengan menaikkan tarif PPh 21. 

"Jika yang dikejar adalah reformasi sistem pembayaran dan pelaporan pajak agar tingkat kepatuhan naik itu sah sah saja," terang Bhima.

Namun, Bhima mengingatkan bahwa jika pemerintah mengikuti saran OECD untuk mengubah PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak), hal ini bisa berisiko berdampak negatif pada disposable income atau pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh masyarakat. 

Menurutnya, perubahan tersebut kurang tepat dilakukan pada waktu yang tidak ideal ini, mengingat pekerja di sektor formal tengah menghadapi kenaikan harga barang kebutuhan pokok, yang juga dipengaruhi oleh kenaikan tarif PPN menjadi 12% untuk barang mewah. 

Implikasi kenaikan PPN ini pun turut menggerus harga peralatan elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor, yang akhirnya berdampak pada daya beli masyarakat.

Baca Juga: Penerapan Pajak Kekayaan Lebih Efektif Dibandingkan Tax Amnesty

Bhima menegaskan bahwa untuk menciptakan keadilan dalam sistem pajak, pemerintah perlu mendorong insentif bagi pekerja kelas menengah melalui bantuan sosial (bansos) dan berbagai bentuk perlindungan sosial lainnya. 

Ia juga menyarankan pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Tapera, dan dana pensiun wajib sebagai stimulus untuk menjaga daya beli pekerja.

"Agar ada azas keadilan karena disaat bersamaan PPh badan turun jadi 20% maka pemerintah memang perlu dorong insentif khususnya ke pekerja di kelompok menengah lewat kucuran bansos, dan bentuk jaring perlindungan sosial lainnya," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×