Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan ini, banyak investor yang mulai menanamkan duitnya di Indonesia. Direktur Eksekutif Center of Reforms on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai, ketertarikan investor untuk berinvestasi didorong oleh pasar Indonesia yang cakupannya sangat besar.
"Secara umum, pendorong paling besarnya adalah karena pasar Indonesia yang sangat besar. Di mana-mana pasar yang besar merupakan potensi investasi yang menarik," ujar Faisal saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (17/1).
Jika menilik alasan lain secara lebih spesifik, para investor ini juga tertarik pada kekayaan sumber daya alam (SDA) Indonesia. Keberadaan SDA seperti tambang ataupun sawit, tentu sangat menarik di mata para investor. Apalagi dengan persediaan yang sangat melimpah.
Baca Juga: Dukung pengusaha muda, Jokowi ingatkan BUMN
Kemudian, faktor lainnya datang dari segi ketenagakerjaan. Menurut Faisal, ketersedian ketenagakerjaan serta upah yang relatif kompetitif juga itu menjadi daya tarik tambahan di mata para investor.
Selebihnya, pertimbangan para investor juga didukung oleh ada atau tidaknya insentif, serta lokasi yang strategis.
Namun, ketertarikan tersebut bisa saja terhambat oleh kepastian hukum atau kepastian dari sisi kebijakan, khususnya kepastian dalam jangka panjang.
Pasalnya, kepastian hukum dan juga kebijakan dalam jangka panjang ini dipengaruhi oleh pergantian sistem politik Indonesia setiap 5 tahun sekali.
Baca Juga: BKPM: Masdar ingin jadikan Indonesia sebagai hub investasinya di ASEAN
Pergantian sistem politik inilah yang kemudian dapat sangat berpengaruh pada sistem investasi. Bahkan, para investor tidak akan bisa lari dai ancaman kerugian karena adanya perombakan ini. "Jadi iklim inilah yang kurang baik untuk investasi," tambah Faisal.
Selain terhambat oleh kepastian hukum, Faisal juga menambahkan beberapa alasan lain yang dapat membuat para investor berpikir ulang apabila ingin berinvestasi di Indonesia. Salah satunya adalah, adanya kendala dalam realisasi investasi.
Hal tersebut dapat terlihat dari kesenjangan antara kertertarikan investasi yang ditujukan dalam bentuk komitmen, termasuk di antaranya MoU, dengan realisasinya.
"Jadi, gap antara komitmen-investasi-dan realisasinya lebar, dan semakin lama semakin melebar," kata Faisal.
Baca Juga: BKPM optimistis realisasi investasi China tetap meningkat ditengah ketegangan Natuna
Menurutnya, ada banyak investor yang tertarik untuk berinvestasi ke Indonesia, tetapi pada akhirnya ketertarikan tersebut banyak yang tidak sampai pada tahap realisasi.
Kendala inilah yang sebenarnya sangat berpengaruh pada mundurnya minat investor untuk melakukan investasi.
Untuk mengatasi hal tersebut, Faisal mengatakan ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian pemerintah. Pertama adalah deregulasi atau kemudahan dalam mengurus perizinan.
Kedua adalah memberikan tax insentif atau insentif pajak. Hal ini diperlukan karena Indonesia juga bersaing dengan negara lain dalam hal insentif pajak. Kemudian yang ketiga adalah kemudahan dalam pembebasan lahan.
Jika berbagai faktor tersebut diperhatikan, Faisal yakin minat investor akan semakin tinggi dan memberikan dampak yang baik bagi Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News