Penulis: Virdita Ratriani
Kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra
Dikutip dari Kontan, Sabtu (18/7/2020), kasus cessie Bank Bali bermula pada 1997 saat Direktur Utama Bank Bali kala itu, Rudy Ramli kesulitan menagih piutangnya total Rp 3 triliun di Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Umum Nasional (BUM), dan Bank Tiara.
Hingga ketiga bank itu masuk perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), tagihan tersebut tak kunjung cair.
Di tengah keputusasaannya, akhirnya Rudy Ramli menjalin kerja sama dengan PT Era Giat Prima (EGP) di mana Djoko Tjandra menjabat direktur dan Setya Novanto yang saat itu Bendahara Partai Golkar sebagai direktur utamanya.
Januari 1999, antara Rudy Ramli dan Era Giat menandatangani perjanjian pengalihan hak tagih. Disebutkan, Era Giat bakal menerima fee yang besarnya setengah dari uang yang dapat ditagih.
Bank Indonesia (BI) dan BPPN akhirnya setuju mengucurkan duit Bank Bali itu. Jumlahnya Rp 905 miliar. Namun Bank Bali hanya mendapat Rp 359 miliar. Sisanya, sekitar 60% atau Rp 546 miliar, masuk rekening Era Giat.
Baca Juga: Penangkapan Djoko Tjandra dari Malaysia hingga tiba di Indonesia
Konon, kekuatan politik turut andil mengegolkan proyek ini. Saat itu sejumlah tokoh politikus disebut-sebut terlibat untuk ”membolak-balik” aturan dengan tujuan proyek pengucuran duit itu berhasil.
Isu ini terus menggelinding bak bola liar, setelah pakar hukum perbankan Pradjoto angkat bicara. Pradjoto mencium skandal cessie ini berkaitan erat dengan pengumpulan dana untuk politik.
Perlahan-lahan, kejanggalan itu mulai terkuak. Cessie itu, misalnya, tak diketahui BPPN, padahal saat diteken, BDNI sudah masuk perawatan BPPN.
Cessie itu juga tak dilaporkan ke Bapepam dan PT BEJ, padahal Bank Bali sudah masuk bursa. Selain itu, penagihan kepada BPPN ternyata tetap dilakukan Bank Bali, bukan Era Giat.
Ketua BPPN saat itu, Glenn M.S. Yusuf sadar akan kejanggalan cessie Bank Bali dan kemudian membatalkan perjanjian cessie.
Mulai saat itu, penyelidikan dimulai. Setya Novanto lalu menggugat BPPN ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan menang.
Walau tetap menang di tingkat banding, Mahkamah Agung (MA), melalui putusan kasasinya pada November 2004, memenangkan BPPN.
Baca Juga: Polri: Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia