Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .
KONTAN.CO.ID - JAKRTA. Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo) Paido Siahaan menilai dengan tingkat prevalensi merokok yang mencapai lebih dari 28% populasi dewasa (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2023), Indonesia perlu mengambil langkah yang lebih pragmatis dalam kebijakan pengendalian tembakau.
Menurutnya, strategi harm reduction atau pengurangan risiko harus diintegrasikan ke dalam program nasional, bukan semata mengandalkan larangan dan edukasi.
Ia bilang produk tembakau alternatif, jika diatur dengan standar keamanan dan kualitas yang ketat, bisa menjadi komplementer terhadap program berhenti merokok yang sudah ada. Banyak negara seperti Inggris, Selandia Baru, dan Jepang telah membuktikan bahwa adopsi produk tembakau alternatif dapat menurunkan konsumsi rokok konvensional secara signifikan.
“Menolak opsi ini berarti kita menutup pintu bagi jutaan perokok yang gagal dengan metode konvensional, padahal mereka punya peluang sukses lebih besar melalui transisi ke produk yang risikonya lebih rendah,” katanya dalam keterangannya, Minggu (17/8).
Ia pun merujuk pada Studi terbaru National Drug and Alcohol Research Centre (NDARC) UNSW Sydney berjudul “Vaporized Nicotine Products for Smoking Cessation Among People Experiencing Social Disadvantage: A Randomized Clinical Trial” yang dipublikasikan di Annals of Internal Medicine mengungkap fakta bahwa penggunaan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik (vape) memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi untuk berhenti merokok jika dibandingkan terapi pengganti nikotin atau Nicotine replacement therapy (NRT). Dengan temuan tersebut, perokok dewasa perlu mendapatkan dukungan kuat, baik dalam akses maupun penggunaan produk tembakau alternatif ini.
Peneliti utama dan Ketua Kelompok Riset Tembakau di NDARC, Associate Professor Ryan Courtney, mengatakan riset ini melibatkan 1.000 responden dan mereka secara acak diberikan produk tembakau alternatif dan terapi pengganti nikotin. Hasilnya, setelah enam bulan, persentase berhenti merokok terdapat pada grup yang menggunakan produk tembakau alternatif yakni 28,4%, sementara grup terapi pengganti nikotin hanya sekitar 9,6%.
Menurut Ryan, rokok elektronik memang bukan solusi instan. Namun, hasil riset telah menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif ini bisa menjadi opsi untuk berhenti merokok yang menjanjikan. Sebab, tingkat keberhasilan berhenti merokok lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pengguna NRT, khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang beruntung secara sosial.
Analisisnya menunjukkan, tingkat keberhasilan berhenti merokok pada pengguna produk tembakau alternatif lebih tinggi dibandingkan pengguna NRT, tanpa dipengaruhi faktor usia, jenis kelamin, tingkat ketergantungan nikotin, maupun riwayat atau pengobatan gangguan kesehatan mental baru-baru ini.
Paido bilang temuan ini sejalan dengan riset-riset sebelumnya. Ia merujuk pada penelitian Randomized Controlled Trial yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine pada 2019, yang menunjukkan tingkat keberhasilan berhenti merokok pada pengguna produk tembakau alternatif mencapai 18%, hampir dua kali lipat dibandingkan pengguna NRT yang hanya 9,9% setelah satu tahun.
“Hal ini mengindikasikan bahwa efektivitas produk tembakau alternatif bukan hanya asumsi, tetapi telah dibuktikan melalui metode penelitian yang ketat,” ungkap Paido.
Sekedar informasi, pada bulan Juni 2025 lalu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama Kenvue dan Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) meluncurkan Gerakan Berhenti Merokok untuk Indonesia Sehat.
Kampanye ini dilakukan dengan tujuan agar peroko dewasa berhenti merokok melalui pendekatan ilmiah, seperti penggunaan NRT.
Selanjutnya: Aset Zurich Syariah Tumbuh 15% Jadi Rp 1,9 Triliun per Juli 2025
Menarik Dibaca: Cara Buka Blokir Facebook dengan Bantuan Pusat Dukungan,Cepat & Mudah Dilakukan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News