Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan tingkat kepatuhan para pekerja seni seperti artis, pemain film atau sinetron, musisi, pelukis, produser model, penulis, dan lainnya masih terbilang rendah.
Berdasarkan data yang dihimpun DJP, tingkat kepatuhan pelaporan surat pemberitahuan tahunan wajib pajak orang pribadi pekerja seni pada 2015 tercatat 49% (640 wajib pajak) melaporkan SPT dan 51% (667 wajib pajak) tidak melaporkan SPT.
Angka kepatuhan pelaporan SPT tahunan tersebut meningkat dari periode 2011 hingga 2014 yang rata-ratanya tercatat sebesar 36,75 %.
Raffi Ahmad, salah satu artis yang ikut dalam program amnesti pajak menyebut, sebelumnya dirinya merasa takut dengan petugas pajak. Bahkan, ia menyebut petugas pajak layaknya setan. Oleh karena itu dirinya enggan berurusan dengan fiskus.
“Begitu juga teman-teman saya, tentunya banyak yang juga berpikir sama jika menyangkut pajak,” kata dia dalam dialog perpajakan dengan selebriti di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Jumat malam (17/3).
Sementara Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa sesungguhnya pajak ini juga menupakan kesenian, lebih tepatnya seni merayu, “Gimana membayar pajak sambil senyum itu memang susah,” kata dia sambil tertawa.
Selanjutnya, Ken mengemukakan bahwa keseluruhan wajib pajak orang pribadi pekerja seni adalah 1.307, terdiri dari 958 pemain film/sinetron dan musisi serta 349 pekerja seni lainnya.
Ia juga mencatat, dari 958 wajib pajak yang berprofesi sebagai pemain film, pemain sinetron, dan musisi, yang belum mengikuti program pengampunan pajak masih besar, yaitu 75%.
Sementara dari 349 yang masuk dalam kategori pekerja seni lainnya, tercatat sebanyak 46% atau 160 wajib pajak belum mengikuti program pengampunan pajak.
Wajib pajak orang pribadi pekerja seni peserta pengampunan pajak per 13 Maret 2017 mencapai 399 wajib pajak dengan total nilai tebusan Rp 186 miliar atau rata-rata tebusan senilai Rp 468 juta.
Yang menarik, DJP mencatat total tebusan untuk artis film dan musisi wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) hingga Maret 2017 mencapai Rp 14,10 miliar. Adapun tebusan paling rendah Rp 7.500 dan paling tinggi Rp 1,43 miliar. Rata-rata tebusan Rp 58,7 juta.
"Uang tebusan Rp 1 miliar orang pribadi paling besar. Paling kecil Rp 7.500," kata Ken.
Kemudian, untuk pekerja di bidang seni lainnya total tebusannya mencapai Rp 172,71 miliar. Tebusan paling rendah Rp 232,8 ribu. Tebusan paling tinggi Rp 30,46 miliar. Rata-rata tebusan sebanyak Rp 1,08 miliar.
Rendahnya kepatuhan para pekerja seni ini menurut Ken disebabkan oleh ketidak tahuan para WP soal pajaknya, di mana terkadang WP sudah membayar pajak yang dipotong oleh penyelenggara acara atau pelaksana program, tetapi tidak meminta bukti potongnya.
Hal ini diamini oleh Raffi. Dia bercerita, sebagai artis, pendapatannya dibayarkan dari suatu production house (PH), dari suatu televisi, dan dibayar dalam kontrak nett. Namun menurutnya, ada PH-PH yang bandel ketika diminta bukti pajak malah tidak memberikan.
"Saya sendiri sangat terbantu dengan adanya amnesti pajak, saya akui saya selengean, ugal-ugalan, banyak laporan pajak saya yang berantakan," ujar Raffi.
Ke depannya, Ken mengatakan bahwa wajib pajak artis harus mulai peduli dengan kewajibannya masing-masing. Pasalnya, usai amnesti pajak ini, DJP tidak segan-segan untuk melakukan penegakan hukum wajib pajak yang tidak patuh dan tidak ikut amnesti pajak.
Penegakan hukum itu dilakukan melalui implementasi Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Sebagaimana diketahui, Pasal 18 UU Pengampunan Pajak berisi ketentuan mengenai perlakuan atas harta yang belum atau kurang diungkap dalam SPT laporan pajak.
Wajib pajak yang menolak membereskan catatan perpajakan masa lalu dengan mengikuti program pengampunan pajak akan menghadapi risiko pengenaan pajak dengan tarif hingga 30% serta sanksi atas harta yang tidak diungkapkan dan kemudian ditemukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News