Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, ada tiga alasan bagi pemerintah Indonesia untuk tidak membatalkan pelaksanaan eksekusi mati bagi terpidana kasus narkotika.
Hal itu disampikan terkait desakan pemerintah Australia yang meminta agar eksekusi mati bagi dua warganya dibatalkan.
"Sulit bagi pemerintah Indonesia untuk menerima intervensi dari Australia. Setidaknya ada tiga alasan," ujar Hikmahanto kepada Kompas.com, Jumat (20/2).
Pertama, menurut Hikmahanto, jika pemerintah membatalkan eksekusi mati bagi warga Australia, maka hal tersebut menunjukan pemerintah tidak berlaku adil terhadap warga negara asing lainnya, yang sudah dieksekusi pada pertengahan Januari 2015.
Saat itu, Kejaksaan melakukan eksekusi mati terhadap enam terpidana mati kasus narkotika. Sebanyak empat terpidana mati diantaranya merupakan warga negara Belanda, Brasil, Vietnam, dan Nigeria.
Alasan kedua, menurut Hikmahanto, pemerintah akan berhadapan dengan masyarakat, jika eksekusi mati dibatalkan. Ia mengatakan, masyarakat akan menilai pemerintah lemah dalam menegakkan hukum dan kedaulatan negara.
Padahal, sebut Hikmahanto, Presiden Joko Widodo di awal pemerintahannya sudah menunjukan ketegasan mengenai kedaulatan.
Ketiga, jika eksekusi mati dibatalkan, menurut dia, pemerintah akan melanggar komitmen dalam ketegasan pemberantasan narkoba. Presiden, kata dia, telah menyatakan janjinya untuk tidak berkompromi terhadap hukuman bagi pengedar narkotika.
"Dalam kuliah umum di Yogyakarta, beberapa waktu lalu, Presiden dengan tegas menolak pemberian grasi bagi terpidana kasus narkotika. Ini janji pemerintah yang harus ditepati," ujar dia.
Perdana Menteri Australia Tony Abbott sebelumnya mendesak Indonesia untuk mengingat kontribusi besar Canberra dalam bantuan setelah tsunami dahsyat tahun 2004. Australia meminta Indonesia membayar kemurahan hati itu dengan membatalkan eksekusi dua warganya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, yang divonis mati dalam kasus perdagangan narkoba 'Bali Nine'.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa pemerintah tidak akan mempertimbangkan ancaman pemerintah Australia terkait rencana eksekusi mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Pemerintah akan melakukan eksekusi meskipun mendapat protes dari Australia. (Abba Gabrillin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News