kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.679.000   7.000   0,42%
  • USD/IDR 16.490   100,00   0,60%
  • IDX 6.520   249,06   3,97%
  • KOMPAS100 949   42,15   4,65%
  • LQ45 738   34,14   4,85%
  • ISSI 202   5,55   2,82%
  • IDX30 382   17,70   4,85%
  • IDXHIDIV20 462   16,68   3,75%
  • IDX80 107   4,47   4,34%
  • IDXV30 110   2,54   2,36%
  • IDXQ30 125   5,23   4,36%

Ahok beberkan pertanyaan penyidik KPK


Rabu, 11 Mei 2016 / 12:12 WIB
Ahok beberkan pertanyaan penyidik KPK


Reporter: Dupla Kartini | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Saat menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (10/5), Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku sempat ditanya seputar asal mula munculnya kontribusi tambahan 15% dari nilai jual obyek pajak (NJOP) kepada pengembang pulau reklamasi.

Ahok menjawab bahwa munculnya angka 15% adalah hasil kajian yang dilakukan konsultannya. "Ditanya dari mana datangnya, saya bilang enggak tahu juga. Kan ada konsultan yang hitung-hitung. Mereka (penyidik) juga tahu kok. Mereka hanya mau cross check dari mana dasarnya," kata Ahok di Balai Kota, Rabu (11/5).

Menurut Ahok, hitung-hitungan konsultan itu diputuskan dalam rapat yang direkam dan videonya diunggah di YouTube. Informasi itu turut ia sampaikan ke penyidik KPK.

Dari penjelasan itu, Ahok menyebut penyidik KPK kemudian menanyakan kenapa dalam rapat itu ia tidak mengikutsertakan perusahaan-perusahaan yang menjadi pengembang pulau reklamasi.

Menurut Ahok, pengembang tidak diikutsertakan karena sudah dipastikan bahwa mereka tidak akan setuju dengan angka 15% itu. Menurut Ahok, pengembang menginginkan agar kontribusi tambahan terhadap mereka hanya 5% dari NJOP lahan yang terjual di pulau reklamasi.

"Jadi kalau pihak swasta masih menolak, kenapa diajak? Jadi ini keputusan kami gitu lho," ujar Ahok.

Kepada penyidik KPK, Ahok mengaku juga menjelaskan kenapa kontribusi tambahan yang dikenakan terhadap pengembang mengacu ke NJOP lahan terjual, bukan ke keuntungan.

Ahok kemudian menjawab bahwa penggunaan acuan keuntungan rawan dimanipulasi oleh pengembang. "Pengusaha, kalau dia bohong untungnya kecil gimana? Kalau dia bilang cuma untung 10 perak, padahal dia jual ke perusahaan lain untungnya 100, 100 ini enggak dibagi. Makanya, saya bilang lebih baik pakai NJOP. Kalau dibilang untung cepek, mutusin untung siapa? Di BPK, nanti ke BPKP atau Dinas Pajak? Kita tahu sendiri orang bayar pajak berapa," jelas Ahok. (Alsadad Rudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×