kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

ADB: Pemerintah belum serius dukung daerah terbitkan obligasi daerah


Selasa, 11 Februari 2020 / 13:03 WIB
ADB: Pemerintah belum serius dukung daerah terbitkan obligasi daerah
ILUSTRASI. Pemandangan kota Bandung. Tahun 2015, Jawa Barat pernah berniat menerbitkan obligasi daerah untuk pembiayaan pembangunan Bandara Kertajati


Reporter: Grace Olivia | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asian Development Bank (ADB) belum lama ini merilis sebuah laporan mengenai pinjaman pemerintah untuk proyek penerbitan obligasi daerah (municipal bond) Jawa Barat. 

Laporan bertajuk  Indonesia: Strengthening the Local Government Bond Market tersebut terbit pada Januari lalu, dan merupakan laporan penyelesaian (completion report) mengenai pinjaman Indonesia untuk proyek bantuan teknis (technical assistence) dalam rangka penerbitan obligasi daerah Jawa Barat. 

ADB melaporkan, pemerintah pada Februari 2015 lalu menyepakati pinjaman kepada ADB sebesar US$ 420.000 untuk bantuan teknis pengembangan kapasitas (capacity development). Tujuannya meningkatkan kapasitas manajemen utang pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai daerah percontohan penerbitan obligasi daerah (pilot project). 

Baca Juga: Ini Lima Tantangan Global yang akan Menghantui Ekonomi Indonesia di 2020

"Pemerintah meminta bantuan teknis melalui dialog antara Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Bank Pembangunan Asia (ADB),” tulis ADB dalam laporan itu. 

Namun laporan tersebut mengungkapkan, jumlah pinjaman yang akhirnya terealisasi hanya US$ 49.503, sehingga masih ada sisa pinjaman yang tidak terealisasi (undisbursed loan) sebesar US$ 370.497. 

Penyebabnya, sejumlah kegagalan pemerintah dalam menjalankan proses dalam proyek bantuan teknis tersebut, di antaranya keterlambatan (delay) yang terlalu lama sehingga proyek tidak dapat selesai tepat waktu sesuai dengan masa pinjaman yang ditetapkan. 

ADB mencatat, DJPK Kemenkeu sebagai badan pelaksana (executing agency) seharusnya merekrut empat orang-bulan (person-month) konsultan internasional dan 19 person-month konsultan lokal yang terdiri dari individu dan perusahaan spesialisasi peringkat kredit, persiapan obligasi, serta penilaian dan pemilihan proyek.

Namun, kenyataannya pemerintah hanya merekrut 14 person-month konsultan lokal spesialisasi peningkatan kapasitas. “Akibat keterlambatan yang signifikan dalam merekrut konsultan, rekrutmen para ahli yang diharapkan untuk penilaian kredit dan penilaian proyek dan pekerjaan persiapan penerbitan obligasi tidak diaktualisasikan oleh proyek ini,” tulis ADB. 

Keterlambatan perekrutan konsultan ahli ini juga menyebabkan pemerintah memperpanjang masa pinjaman proyek selama setahun. Masa pinjaman proyek bantuan teknis ini tercatat resmi berakhir pada 30 April 2017 lalu. 

Baca Juga: Kurangnya pemahaman pemda jadi hambatan penerbitan obligasi daerah

Selama periode tersebut, ADB melaksanakan konsultasi bantuan teknis kepada DJPK Kemenkeu dan beberapa institusi terkait lainnya, seperti OJK, Bank Indonesia, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kemenko Perekonomian, dan Pemprov Jawa Barat. Proses konsultansi dan koordinasi dinilai berjalan cukup memuaskan. 

Namun, salah satu output penting dari proyek pinjaman ini dinilai gagal tercapai (not achieved) yaitu kapasitas Pemprov Jabar dalam menentukan proyek yang akan dibiayai dengan penerbitan obligasi daerah. 

Proyek yang sedianya disepakati menjadi  underlying obligasi daerah Jabar yaitu Bandara Kertajati akhirnya diputuskan dibiayai oleh APBN pemerintah pusat.

“Akibatnya proses program obligasi daerah Jabar tertunda. Namun, bantuan teknis telah membantu kapasitas pemprov dalam mencocokkan proyek infrastruktur kota dengan skema pembiayaan yang sesuai melalui kerangka kerja pembiayaan daerah yang dikembangkan oleh konsultan,” terang ADB. 

Adapun beberapa catatan utama ADB mengenai proyek pinjaman yang tak mencapai output dan outcome seusai harapan ini adalah, pertama, masih minimnya komitmen pemerintah pusat untuk mendukung penerbitan obligasi daerah. Kedua, lemahnya koordinasi antara otoritas pemerintah pusat, dan ketiga, masa implementasi proyek yang singkat. 

"Berdasarkan tantangan-tantangan ini, pelajaran utama yang dipetik adalah bahwa membangun kapasitas akan membutuhkan waktu.,” terang ADB. 

Meski begitu ADB mengatakan, pemerintah sudah membuat sejumlah kemajuan dengan merancang draf regulasi penerbitan obligasi daerah disertai naskah akademik yang juga telah menjadi referensi dalam proses perancangan regulasi obligasi daerah lainnya yang akan diterbitkan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Pemerintah juga telah melakukan beberapa penyesuaian aturan, baik Peraturan Menteri Keuangan maupun Peraturan OJK yang memberi jalan untuk penerbitan obligasi daerah. 

Namun, tetap saja, hingga hari ini belum ada satu pun obligasi daerah yang berhasil diterbitkan di Indonesia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×