Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana akan mulai menerapkan Pilar Dua: Global Anti Base Eresion (GloBE) di tahun depan. Hal ini di karena kan pembahasan Pilar Dua ini sudah lebih maju jika dibandingkan dengan Pilar Satu.
Hanya saja, apabila Pilar Dua tersebut diterapkan, maka pemberian fasilitas tax holiday dinilai sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan oleh negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Seperti yang diketahui, pemerintah Indonesia kembali memberikan insentif tax holiday khusus Ibu Kota Negara (IKN) agar investor tertarik menanamkan modalnya di IKN.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, memang pemberian insentif pajak tersebut bertujuan untuk menarik investasi terutama dari luar negeri agar mau berinvestasi di IKN.
Namun menurutnya, beberapa insentif pajak tak hanya tax holiday akan ikut terdampak adanya konsensus global Pilar Dua.
"Saya sudah peringatkan sedari dulu atas konsekuensi tersebut. Pasti perusahaan multinasional yang masuk ke dalam scope melakukan hitung-hitungan dampak dari konsensus tersebut, berapa Return on Investment (ROI) pasca adanya konsensus global?," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Minggu (12/3).
Baca Juga: RI Tetapkan Pajak Minimum Global 15% Tahun depan, Apa Dampaknya ke Tax Holiday?
Oleh karena itu, Fajry menilai bahwa pemberian fasilitas tax holiday akan membuat pemerintah kehilangan potensi penerimaan dari perusahaan. Sebaliknya, justru tax holiday akan memberikan tambahan penerimaan bagi yurisdiksi domisili perusahaan multinasional.
Memang Fajry mengatakan, untuk mengantipasi potensi kehilangan penerimaan, maka pemerintah bisa mengimplementasikan Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT). Meski begitu, dirinya menegaskan bahwa pemberian fasilitas tax holiday sudah tak relevan lagi dilakukan. Untuk itu, perlu upaya lain agar dapat menarik investor seperti menggunakan insentif non fiskal.
"Tapi sebagai alat untuk menarik investasi itu sudah tak efektif kembali, kecuali bagi perusahaan multinasional yang di luar scope," jelasnya.
Mengutip dari laporan yang berjudul Tax Incentives and the Global Minimum Corporate Tax: Reconsidering Tax Incentives after the GloBE Rules, akan ada dua kerugian yang dialami ketika penerapan pajak minimum global tersebut mulai berlaku.
Pertama, negara atau yurisdiksi tersebut tetap harus mengelola pemberian insentif yang tidak bermanfaat. Kedua, negara tersebut akan kehilangan potensi penerimaan pajak, sementara negara lain akan mendapatkan manfaat pajak dari pemberlakuan top-up tarif pajak dari ketentuan global tersebut.
Baca Juga: Jokowi Berikan 9 Insentif Pajak Penghasilan (PPh) bagi Investor di IKN
Oleh karena itu, OECD menyarankan negara-negara berkembang termasuk Indonesia untuk segera mengevaluasi pemberian pembebasan pajak atau tax holiday saat pajak minimum global tersebut mulai diterapkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News