Reporter: Dani Prasetya | Editor: Edy Can
JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kasus pemutusan kontrak jalan yang mencurigakan dalam laporan keuangan Kementerian Pekerjaan Umum. Jumlah yang dibayarkan pemerintah melebihi nilai kontrak.
"Itu ada kelebihan pembayaran, tapi sudah kami imbau pihak kedua kembalikan uangnya," ungkap Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, usai rapat kerja dengan Komisi V DPR, Kamis (14/7).
Kelebihan pembayaran itu terjadi saat Kementerian Pekerjaan Umum memutus kontrak MYC-02 pembangunan jalan ruas Palu-Pantoloan. Saat membayar ongkos kontrak ternyata pemegang kontrak mendapat kelebihan pembayaran sebesar Rp 1,957 miliar.
Selain kelebihan pembayaran pada pemutusan kontrak jalan, ternyata kasus serupa terjadi lagi untuk perusahaan jasa konsultasi. Kementerian Pekerjaan Umum memberikan kelebihan pembayaran terhadap 25 perusahaan jasa konsultasi pada sembilan satuan kerja (satker) mencapai Rp 1,706 miliar.
Upaya pengembalian kelebihan pembayaran itu sedang dilakukan tapi baru terealisasi Rp500,403 juta. Sisanya belum ada kabar. Djoko pun menginstruksikan eselon satunya untuk memberikan sanksi teguran pada pejabat pembuat komitmen (PPK).
Kasus serupa terjadi pada pembayaran kepada PT AMP dan PT SVP. BPK menemukan ada kelebihan pembayaran
sebesar Rp 30 juta kepada AMP dan sebesar Rp 20 juta kepada SVP.
Kasus lainnya terjadi karena adanya kelebihan pembayaran biaya tenaga ahli pada PT SNNC sebesar Rp6,5 juta dan biaya penayangan pada PT IIM sebesar Rp88,690 juta yang tidak sah. "Uang lebih itu sudah disetor seluruhnya pada negara," katanya.
Namun, anggota Komisi V DPR Rendy Lamadjido mengaku, tidak puas dengan penjelasan itu. Sebab, menurutnya, satuan kerja di daerah seharusnya telah mengetahui mekanisme tender sehingga tidak perlu ada kejadian kelebihan pembayaran.
Rendy menilai kelebihan pembayaran itu sangat ganjil. "Saya 25 tahun jadi kontraktor, kelebihan pembayaran itu tidak pernah, kalau kelebihan uang muka mungkin betul," ucapnya.
Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin Mohammad Said pun sependapat. Menurutnya, kelebihan pembayaran merupakan kasus yang tidak masuk akal. "Aneh kalau pemutusan kontrak ada kelebihan pembayaran, kalau kekurangan pembayaran baru mungkin," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News