Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan DPR telah menyepakati revisi Undang-Undang Pilkada atau RUU Pilkada pada rapat pengambilan keputusan tingkat I di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Dari 9 fraksi yang ada di parlemen, hanya PDI Perjuangan yang menolak RUU Pilkada dibawa dan disahkan pada rapat pengambilan keputusan tingkat II atau rapat paripurna DPR. Namun, revisi UU Pilkada ini mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024.
Badan Legislasi (Baleg) DPR hanya mengubah ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah hanya bagi partai politik (parpol) tanpa kursi DPRD.
Baca Juga: Partai Buruh Mendeklarasikan Dukungan Anies Maju di Pilkada Jakarta
Padahal, dalam putusan MK secara jelas menyatakan bahwa perubahan ambang batas juga berlaku untuk parpol yang mempunyai kursi DPRD.
Tak hanya itu, Baleg DPR juga mengakali putusan MK soal batas usia pencalonan kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. Dalam putusan MK menyatakan usia minimum calon gubernur dan calon wakil gubernur harus 30 tahun ketika ditetapkan sebagai pasangan calon.
Namun, Baleg dalam RUU Pilkada mengakalinya dengan menyatakan bahwa usia minimum 30 tahun terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih. Baleg beralasan penyesuaian syarat usia pencalonan sesuai putusan Mahkamah Agung (MA).
Anggota Badan Legislasi Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman mengklaim keputusan merevisi UU Pilkada hari ini membawa angin segar bagi demokrasi.
Proses penyusunan hingga pengesahan dengan memenuhi prinsip demokrasi.
"Keputusan kita hari ini adalah keputusan yang amat bersejarah dimana DPR menegakan lagi marwahnya sebagai lembaga perwakilan rakyat," kata Habiburokhman dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I di Baleg DPR, Rabu (21/8).
Anggota Baleg Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu mengatakan, keputusan revisi UU Pilkada saat ini merupakan keputusan yang tidak sejalan dengan keinginan rakyat.
"Hari ini kita kemudian mensiasati putusan konstitusional Mahkamah Konstitusi dengan kita membuat perubahan undang-undang yang kita tahu undang-undang ini diperuntukan siapa. Biarlah forum ini kita menjadi saksi dan pelaku dari keburukan demokrasi hari ini," jelas Masinton.
Anggota DPR Fraksi Partai Golkar Christina Aryani mengklaim DPR tidak mengintervensi kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang. Ia bilang, DPR punya kewenangan membentuk undang-undang.
"DPR bersama dengan pemerintah melakukan pembahasan revisi rancangan undang-undang ini sekaligus untuk merespon adanya putusan MK dan putusan MA (Mahkamah Agung)," kata Christina.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, putusan MK tidak bisa dibenturkan dengan putusan MA.
Putusan MK adalah pengujian konstitusionalitas norma UU terhadap UU Dasar. Sehingga putusan MK harus dipedomani oleh semua pihak, tidak terkecuali DPR, Pemerintah, dan Mahkamah Agung.
"Ketika MK sudah memberi tafsir, maka itulah ketentuan yang harus diikuti semua pihak. Senang atau tidak senang," ucap Titi.
Baca Juga: Baleg DPR Gelar Rapat Pleno Pengambilan Keputusan RUU Pilkada Sore Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News