Reporter: Risky Widia Puspitasari | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Polusi udara yang semakin meningkat ternyata tak diimbangi dengan banyaknya sistem pemantauan kualitas udara yang dimiliki. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengakui dari 33 stasiun AQMS (Air Quality Monitoring System) yang dimiliki di seluruh Indonesia, hanya 30% saja yang masih berfungsi dengan baik. Padahal alat itu penting untuk memantau kualitas udara secara real time.
“Di Bali malah rusak semua, padahal disana penting karena merupakan tempat wisata,” kata Henry Bastaman, Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan dan Peningkatan KLH, baru-baru ini.
Pihaknya mengakui akan memperbaiki alat-alat yang rusak tersebut, apalagi batas usia yang digunakan sebenarnya sudah kadaluarsa sejak 2006. KLH memang berupaya membenahi dengan mengganti materi didalamnya. Namun lagi-lagi terkendala masalah dana. Untuk tahun 2014 ini dana yang dianggarkan sekitar Rp 5 Milyar. Padahal harga satu unit alat tersebut sekitar Rp 5-6 miliar.
“Memang ada revitalisasi, tapi saat ini diprioritaskan di daerah yang rawan kebakaran hutan. Kita mau tingkatkan dari segi pengukuran partikelnya,” ujar Henry.
Saat ini alat yang dimiliki KLH bisa mengukur partikel dengan ukuran PM10 , nantinya akan ditingkatkan lagi menjadi PM 2,5.
“Kita belajar dari beberapa kasus yang terjadi, nanti kita bisa kasih sistem yang baru dan lebih valid agar laporan yang dihasilkan sesuai,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News