kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

11 Kelompok Masyarakat Sipil Gugat PP Bank Tanah ke Mahkamah Agung (MA)


Senin, 13 Februari 2023 / 18:32 WIB
11 Kelompok Masyarakat Sipil Gugat PP Bank Tanah ke Mahkamah Agung (MA)
ILUSTRASI. Gedung kantor Mahkamah Agung di Jl. Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. 11 Kelompok Masyarakat Sipil Gugat PP Bank Tanah ke MA.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. 11 kelompok masyarakat sipil menggugat Peraturan Pemerintah (PP) nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah (PP 64/2021) ke Mahkamah Agung (MA). Gugatan tersebut mencakup permohonan uji Formil dan uji Materiil PP 64/2021.

Salah satu pemohon gugatan, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menjelaskan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan telah dinyatakan cacat formil.

Selain itu, MK memerintahkan pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Baca Juga: Airlangga Angkat Bicara Soal Banjir Kritik Perppu Cipta Kerja

"Kami 11 organisasi pemohon menyatakan bahwa mengingat PP 64/2021 merupakan peraturan pelaksana turunan langsung dari UU Cipta Kerja, maka PP 64/2021 juga harus dinyatakan cacat formil," ujar Dewi di Mahkamah Agung, Senin (13/2).

Pemohon gugatan menilai, pembuatan ragam PP dan pelaksanaan Bank Tanah di lapangan saat ini adalah bukti keangkuhan presiden yang enggan menaati hukum dan merasa superior dibandingkan lembaga negara lainnya seperti MK. 

Sikap presiden menandakan seolah presiden adalah hukum dan hukum adalah presiden itu sendiri.

Hal demikian tidak dapat dibiarkan, karena dampak dari sikap politik demikian hanya melahirkan kebijakan yang merampas hak-hak asasi dan konstitusional para petani, nelayan, buruh, masyarakat adat dan masyarakat rentan lainnya.

"Atas dasar hal-hal di atas, kami mendesak agar Mahkamah Agung dapat menghentikan operasi ilegal Bank Tanah dengan menerima dan mengabulkan gugatan ini sepenuhnya," ucap Dewi.

Baca Juga: Beberapa Aturan Pemerintah Menabrak Keputusan MK Soal Cipta Kerja

Dalam hal ini, MA perlu mencermati pelanggaran yang dilakukan Pemerintah dalam PP 64/2021 terhadap Putusan MK 91 dan UUPA 1960. Penting bagi MA untuk mempertimbangkan ancaman dan dampak lebih luas perampasan tanah masyarakat serta monopoli tanah oleh swasta akibat pelaksanaan Bank Tanah yang tengah berjalan saat ini.

Menurut pemohon, terlihat jelas pembentukan Bank Tanah yang menempatkan tanah sebagai barang komoditas semata telah mengkhianati cita-cita kemerdekaan Bangsa, Konstitusi dan UU Pokok Agraria 1960 yang menghendaki agar bumi, air dan kekayaan alam diatur, dijaga dan dipergunakan sebesar-besar bagi kemakmuran serta kebahagiaan rakyat Indonesia.

Baca Juga: Menteri ATR dan Urgensi Bank Tanah

Sebagai informasi, pemohon gugatan antara lain :

1. Aliansi Organis Indonesia (AOI)

2. Aliansi Petani Indonesia (API)

3. Bina Desa

4. Ecosoc Rights

5. FIAN Indonesia

6. Indonesia Human Right Committee for Social Justice (IHCS)

Baca Juga: Landasan Hukum Belum jelas, PMN Rp 500 Miliar untuk Bank Tanah Ditunda

7. Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP)

8. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)

9. Lokataru Foundation

10. Sawit Watch

11. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×