Sumber: TribunNews.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra memastikan, adalah mustahil dirinya memohon kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menafsirkan UUD 1945 yang membuat MK seperti memberikan fatwa.
"Saya telah dengan jelas menunjukkan pertentangan antara norma pasal-pasal dalam Undang-Undang Pilpres dengan norma konstitusi. MK sendiri dalam berbagaI putusannya selalu menyebut dirinya sebagai penafsir tunggal konstitusi," ujar Yusril.
"Namun, ketika saya telah menunjukkan bahwa pasal-pasal dalam UU Pilpres bertentangan dengan konstitusi, dan minta MK menafsirkannya, MK katakan tidak berwenang menafsirkan konstitusi. Pernyataan seperti itu sangat aneh," ia menegaskan dalam pernyataannya kepada Tribunnews.com, Sabtu (22/3/2014).
Diungkapkan, dalam berbagai pertimbangan hukum yang dibuat oleh MK, lembaga itu menurut Yusril telah berulangkali menafsirkan langsung maksud konstitusi.
"Kalau ada yang salah dalam petitum permohonan saya, yang MK merasa tidak berwenang, MK wajib ingatkan saya dalam sidang pendahuluan. Kalau MK sudah ingatkan saya, saya tetap ngeyel, maka sidang akan jalan terus dan nanti permohonan saya akan ditolak MK," katanya.
Akan tetapi, imbuhnya, dua kali sidang pendahuluan, tidak pernah majelis panel mengingatkan dirinya bahwa petitum salah, karena isinya memohon sesuatu yang bukan kewenangan MK, yakni MK tidak berwenang menafsirkan konstitusi.
Dengan uraian di atas, jelaslah bahwa komentar Ketua MK Hamdan Zulva tidak beralasan. MK menolak permohonan saya dengan mengutip pertimbangan hukum dalam memutus permohonan Effendi Gazali (EG). Bagi saya ini aneh. Walapun ada kesamaan pasal yang saya uji dengan EG, namun argumentasi yang saya gunakan berbeda jauh dengan argumen EG," tegas Yusril.
MK, menurutnya, tidak berani membantah argumennya. Malah membacakan ulang argumen untuk membantah permohonan EG.
"Apa MK lupa bahwa mereka memeriksa permohonan saya, bukan memeriksa ulang permohonan EG yang gunakan argumen yang jauh berbeda. Bagi saya, putusan MK tetap aneh, walau saya harus mengakui bahwa putusan itu final dan mengikat," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News