Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mulai 1 April 2022 mendatang, pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% ke 11%. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Pasal 7 ayat 1 yang nantinya tarif PPN naik lagi menjadi 12% pada 1 Januari 2025.
Menanggapi hal itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, sebaiknya pemerintah menunda kebijakan tersebut.
Pasalnya, saat ini sedang berbarengan dengan kenaikan harga bahan pangan menjelang Lebaran. “Apalagi 1 April akan ada kenaikan harga pertama secara signifikan,” jelas Tulus pada Kontan.co.id, Rabu (30/3)
Menjelang Ramadan biasanya akan menambah konsumsi rumah tangga secara besar-besaran. Diikuti dengan kenaikan harga yang signifikan.
Tulus menilai, kebijakan kenaikan PPN 11 % ini dapat merubah perilaku konsumen dan mengurangi daya beli terhadap suatu barang.
Baca Juga: Ada Kenaikan Harga Pangan, Ekonom Bank Mandiri Proyeksi Inflasi Maret 2022 naik 0,71%
“Mengingat memasuki bulan Ramadan masyarakat akan lebih konsumtif dan kalau ini dipaksakan kenaikannya ditakutkan malah akan merugikan pasar karena ada penurunan daya beli,” lanjut Tulus.
Menurutnya, apabila memang kenaikan PPN 11% ini benar-benar terjadi maka pemerintah harus dapat membayar harga yang sesuai dengan hasil pajak konsumen yaitu masyarakat.
Baik itu fasilitas pembangunan ataupun jenis lain seperti jaminan perlindungan diri. “Ya kita tunggu saja, bagaimana nantinya jika akan dipaksakan,” tutup Tulus.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, kenaikan 1% dari PPN ini masih berada di bawah rata-rata PPN dunia.
“Kalau rata-rata PPN di seluruh dunia itu ada di 15%, kalau kita lihat negara OECD dan yang lain-lain, Indonesia ada di 10%. Kita naikkan 11 (%) dan nanti 12 (%) pada tahun 2025,” ungkap Menkeu saat menjadi narasumber CNBC Indonesia Economic Outlook 2022.
Menkeu memahami jika saat ini perhatian masyarakat dan dunia usaha tengah fokus pada pemulihan ekonomi. Namun, hal ini tidak menghalangi pemerintah untuk membangun pondasi perpajakan yang kuat.
Terlebih selama masa pandemi APBN menjadi instrumen yang bekerja luar biasa, sehingga perlu untuk segera disehatkan.
Baca Juga: Ekonom Perkirakan Inflasi April Meningkat Signifikan karena PPN 11%
“Jadi kita lihat mana-mana yang masih bisa space-nya di mana Indonesia setara dengan region atau negara-negara OECD atau negara-negara di dunia. Tapi Indonesia tidak berlebih-lebihan,” tandasnya.
Menkeu menekankan, pajak merupakan gotong royong dari sisi ekonomi Indonesia dari yang relatif mampu. Hal ini karena pajak yang dikumpulkan akan digunakan kembali kepada masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News