Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Dunia terus mendorong pemerintah Indonesia untuk menghapus pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN).
Dalam laporannya berjudul Pathways Towards Economic Security: Indonesia Poverty Assessment, World Bank merekomendasikan pemerintah untuk menghilangkan pengecualian dan tarif atas PPN. Menurutnya, hal ini dilakukan agar dapat meningkatkan penerimaan PPN.
Menanggapi hal tersebut, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, mengatakan bahwa rekomendasi Bank Dunia tersebut bukanlah hal yang baru. Bahkan, rekomendasi tersebut juga sudah dibahas ketika merumuskan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Baca Juga: Kurs Rupiah Jisdor Menguat 0,16% ke Rp 14.722 per Dolar AS, Kamis (11/5)
Pemerintah juga menyepakati bahwa ada beberapa barang dan jasa yang memang harus diberika fasilitas pembebasan PPN. Terlebih lagi, negara-negara lain juga melakukan hal yang serupa.
"Dan waktu itu sudah ada dinamika berbagai jenis barang dan jasa harus kita bebaskan, PPN harus kita kenakan. Diskusi dari World Bank termasuk di antaranya," ujar Yon dalam Media Briefing di Jakarta, Kamis (11/5).
Meski begitu, Yon bilang, dalam pembahasan tersebut maka pemerintah perlu memperhatikan konteks selain meningkatkan penerimaan negara semata. Misalnya saja perlu mempertimbangkan aspek keberpihakan dan juga penerapannya di negara lain.
Baca Juga: Ditjen Pajak Ubah Aturan PPN Atas Agunan Yang Diambil Alih, Ini Perubahannya
"Artinya ada pertimbangan-pertimbangan lain, tidak semata-mata masalah technocratic," kata Yon.
Sebelumnya, World Bank juga menyampaikan, sepertiga dari potensi penerimaan PPN (0,7% dari PDB) di Indonesia hilang melalui struktur pembebasan PPN saat ini. Hal tersebut dinilai cukup untuk mendanai seluruh anggaran bantuan sosial yang diperluas pada tahun 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News