kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.869   11,00   0,07%
  • IDX 7.300   104,49   1,45%
  • KOMPAS100 1.122   17,86   1,62%
  • LQ45 894   16,75   1,91%
  • ISSI 223   2,01   0,91%
  • IDX30 458   9,04   2,01%
  • IDXHIDIV20 552   12,14   2,25%
  • IDX80 129   1,83   1,44%
  • IDXV30 137   2,53   1,88%
  • IDXQ30 152   3,24   2,18%

WHO tak wajibkan vaksin, pemerintah diminta gencarkan sosialisasi manfaat vaksinasi


Senin, 15 Februari 2021 / 10:30 WIB
WHO tak wajibkan vaksin, pemerintah diminta gencarkan sosialisasi manfaat vaksinasi
ILUSTRASI. Pemerintah memberlakukan sanksi administratif bagi masyarakat yang menjadi sasaran penerima vaksinasi Covid-19 namun tidak mengikuti program tersebut. ANTARA FOTO/Fauzan/aww.


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memberlakukan sanksi administratif bagi masyarakat yang menjadi sasaran penerima vaksinasi Covid-19 namun tidak mengikuti program tersebut. 

Sanksi administratif tersebut dimuat di dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 sebagai perubahan atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease. 

Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengingatkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pernah merekomendasikan kepada negara-negara yang sedang menghadapi pandemi, untuk tidak mewajibkan vaksinasi. 

"WHO tidak dalam merekomendasikan vaksin ini bersifat wajib, jadi direkomendasikan negara-negara itu mempersuasi, memberikan strategi komunikasi resiko yang dibangun dengan kesadaran, ini lebih efektif," kata Dicky saat dihubungi, Sabtu (13/2/2021). 

Baca Juga: Penting! Ini cara pencegahan Covid-19 bagi lansia

Dicky mengatakan, sebaiknya pemerintah membangun komunikasi yang persuasif terkait vaksinasi Covid-19, daripada memberikan kesan represif. 

"Karena akan kontradiktif, jadi yang dibangun adalah bahwa manfaatnya besar, karena saya yakin enggak ada yang mau, kalau tahu (manfaatnya), dan cara menyampaikannya juga tepat, ini yang harus dijadikan opsi utama vaksin ini," ujarnya. 

Lebih lanjut, Dicky berpandangan, vaksinasi seharusnya bersifat sukarela, bukan semacam kewajiban dalam artian akan dikenai sanksi jika tidak dilakukan. 

"Jadi, ini lebih pada, upaya membangun trust ini dengan strategi komunikasi resikonya yang tepat dari pemerintah. Tidak dengan menakut-nakuti," ujar dia. 

Baca Juga: Vaksinasi Covid-19 untuk kelompok komorbid dan penyintas

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo telah meneken Perpres Nomor 14 Tahun 2021 sebagai perubahan atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease. 

Dikutip dari lembaran Perpres yang diunggah di laman resmi Sekretariat Negara pada Sabtu (13/2/2021), salah satu pasal yang ditambahkan adalah pasal 13A dan pasal 13B. Kedua pasal ini berada di antara pasal 13 dan pasal 14 pada Perpres sebelumnya. 

Secara rinci, pasal 13A mengatur tentang sasaran penerima vaksin Covid-19, kewajiban sasaran penerima vaksin, dan ketentuan sanksi. 
Ada beberapa sanksi yang bisa diberikan kepada orang yang ditetapkan sebagai penerima vaksin Covid-19, tetapi tidak mengikuti vaksinasi. Salah satu sanksinya, yakni tidak lagi menerima bantuan sosial (bansos).

Baca Juga: Dimulai dari Pasar Tanah Abang, pedagang di Jakarta siap divaksinasi

Berikut bunyi pasalnya: 

Pasal 13A: 

(1) Kementerian Kesehatan melakukan pendataan dan menetapkan sasaran penerima Vaksin Covid-19. 

(2) Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid-19 berdasarkan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti Vaksinasi Covid- 19. 

(3) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi sasaran penerima vaksin Covid-19 yang tidak memenuhi kriteria penerima vaksin Covid-19 sesuai dengan indikasi vaksin Covid-19 yang tersedia. 

Baca Juga: Tes PCR tunjukkan masih positif Covid-19 setelah sembuh, begini penjelasan medisnya

(4) Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19 yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif, berupa: 

a. penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial 

b. penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan dan/atau 

c. denda. 

(5) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai dengan kewenangannya. 

Kemudian, pasal 13B diatur tentang adanya sanksi lanjutan. Detail aturannya, yakni: 

Pasal 13B 

Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid-19, yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A ayat (2) dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran Covid-19, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A ayat (4) dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan undang-undang tentang wabah penyakit menular. 

Baca Juga: Sanksi bagi yang menolak vaksinasi Covid-19, pemberian jaminan sosial bisa distop

Kebijakan WHO 

Sementara itu, dalam pemberitaan sebelumnya, WHO tidak pernah membayangkan vaksinasi wajib dilakukan di seluruh dunia untuk membendung penyebaran virus corona. 

Hal ini disampaikan Direktur vaksin imunisasi dan biologi WHO Kate O'Brien dalam konferensi pers di Jenewa, Senin (7/12/2020). 

Menurut dia, kampanye informasi dan penyediaan vaksin untuk kelompok prioritas seperti petugas medis dan lansia akan lebih efektif, mengingat jumlah kematian global yang sudah mencapai lebih dari 1,5 juta jiwa. 

Baca Juga: Lampu hijau vaksinasi Covid-19 untuk kelompok komorbid dan penyintas

"Kami tidak membayangkan negara mana pun membuat mandat wajib untuk vaksinasi," ujar Kate O'Brien. 

"Namun mungkin ada beberapa negara atau situasi tertentu yang mengharuskan atau sangat direkomendasikan untuk melakukan vaksinasi, contohnya rumah sakit," tuturnya. 

Sementara itu, pakar darurat utama WHO, Mike Ryan, menambahkan pihaknya lebih baik melayani masyarakat berdasarkan data agar orang mendapat manfaatnya. 

"Dan membiarkan orang mengambil keputusan sendiri dengan alasan masing-masing," ujar Mike Ryan. 

Dilansir dari Aljazeera, WHO menganggap membujuk orang dengan memaparkan manfaat vaksin Covid-19 akan lebih efektif dibanding mewajibkan vaksin. 

Badan itu menambahkan, masing-masing negara akan memutuskan bagaimana mereka ingin melakukan kampanye vaksinasi. 

O'Brien mengingatkan, meski vaksin Covid-19 sedang dikembangkan, penelitian tetap harus dilanjutkan. Pasalnya, banyak vaksin untuk penyakit lain terus diperbaiki dari waktu ke waktu.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "WHO Tak Wajibkan Vaksin, Pemerintah Diminta Kedepankan Sosialisasi Manfaat Vaksinasi"
Penulis : Haryanti Puspa Sari
Editor : Bayu Galih

Selanjutnya: Wartawan dan pekerja media masuk dalam prioritas penerima vaksin tahap kedua

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×