Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Deflasi sebesar 0,37% secara bulanan (mtm) yang terjadi pada Mei 2025 dinilai sebagai fenomena musiman yang bersifat sementara. Namun, jika tren ini terus berlanjut, deflasi dapat menimbulkan risiko bagi perekonomian.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa deflasi pada Mei utamanya disebabkan oleh normalisasi harga komoditas hortikultura seperti cabai merah, cabai rawit, bawang putih, dan bawang merah, setelah lonjakan harga pasca-Lebaran.
"Secara historis, deflasi pasca-Idulfitri biasanya hanya berlangsung satu bulan, sebelum kembali mencatat inflasi ringan atau netral pada bulan berikutnya," ujar Josua kepada Kontan, Senin (2/6).
Baca Juga: Risiko Global Hingga Pelemahan Rupiah Pengaruhi Ekonomi Domestik Tahun Ini
Ia memperkirakan deflasi akan mulai mereda pada Juni 2025 seiring berakhirnya musim panen, stabilnya pasokan pangan, dan meningkatnya konsumsi menjelang libur sekolah serta perayaan Iduladha.
Meskipun menurunnya harga memberikan dampak positif terhadap daya beli masyarakat berpenghasilan rendah, Josua menilai deflasi kali ini juga menyiratkan sinyal negatif, terutama terkait lemahnya permintaan domestik.
“Deflasi juga mencerminkan bahwa konsumsi rumah tangga secara luas belum sepenuhnya pulih,” jelasnya.
Kondisi tersebut tercermin dari beberapa indikator, seperti indeks PMI manufaktur yang masih berada di zona kontraksi pada level 47,4, penurunan ekspor ke Amerika Serikat, serta banyaknya diskon yang ditawarkan pelaku usaha untuk menarik pembeli.
Baca Juga: Duh! Diskon Tarif Listrik 50% Batal
Di sisi lain, deflasi turut menunjukkan bahwa pasokan pangan cukup terjaga, distribusi barang berjalan lancar, dan tekanan biaya hidup masyarakat menurun.
Inflasi inti yang rendah, yakni sebesar 0,08% mtm atau 2,4% yoy, serta deflasi pada sektor transportasi akibat penurunan harga bensin dan tarif antarkota, ikut menjaga stabilitas daya beli masyarakat.