Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah lonjakan pembiayan utang dalam APBN 2025 yang naik signifikan, pemerintah dihadapkan pada tantangan besar dalam mengelola peningkatan pinjaman luar negeri yang mendominasi pembiayaan.
Dengan alokasi pinjaman neto sebesar Rp 133,3 triliun pada tahun 2025, mayoritas berasal dari luar negeri sebesar Rp 128,1 triliun, beban anggaran pun diproyeksikan semakin berat.
Baca Juga: Sri Mulyani Bakal Cari Pinjaman Luar Negeri Hingga Rp 128 Triliun di Tahun 2025
Kondisi ini menuntut kewaspadaan ekstra, mengingat fluktuasi nilai tukar dan dinamika ekonomi global yang berpotensi memperbesar tekanan pada APBN, serta meningkatkan risiko pembiayaan di masa depan.
Apabila tidak dikelola secara hati-hati, lonjakan ini bisa menjadi pedang bermata dua, yakni mendukung pembiayaan pembangunan, sekaligus berpotensi menambah beban cicilan dan bunga utang yang membayangi ruang fiskal negara.
Staf Bidang Ekonomi, Industri dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto menilai bahwa ketidakpastian ekonomi global pada tahun depan juga akan turut mempengaruhi kebijakan pinjaman luar negeri Indonesia.
Menurutnya, salah satu risiko utama yang dihadapi oleh negara-negara yang bergantung pada pinjaman luar negeri adalah potensi peningkatan biaya utang akkibat ketidakpastian geopolitik.
Baca Juga: Rencana Penerbitan SBN Melonjak 42% di Tahun 2025
"Dengan kondisi memang ketidakpastian untuk tahun depan itu dari sisi geopolitik meningkat, ya memang ada risikonya. Tentuy ada potensi biaya utang yang meningkat juga pada tahun depan," ujar Myrdal kepada Kontan.co.id, Minggu (29/12).
Ia juga menekankan bahwa meski The Fed memberikan proyeksi penurunan suku bunga pada tahun depan, faktor ketidakpastian global tetap akan menjadi tantangan.
Pasalnya, fluktuasi kondisi geopolitik dan kebijakan pemerintah AS, terutama yang terkait dengan pemerintahan Donal Trump akan mempengaruhi stabilitas ekonomi global.
Kendati begitu, Myrdal optimistis kondisi ekonomi global akan membaik menjelang kuartal III dan III tahun depan. Ia berharap dampak dari sisi geopolitik sudah mulai price-in atau diperhitungkan, sehingga pemerintah dapat memanfaatkan situasi tersebut untuk mencari pinjaman luar negeri dengan biaya yang lebih rendah.
"Itu yang bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mencari pinjaman luar negeri yang diharapkan biayanya bisa lebih murah," katanya.
Baca Juga: Penghematan Anggaran Perjalanan Dinas K/L Berlanjut pada 2025
Hanya saja, meski target pinjaman luar negeri dalam APBN 2025 meningkat signifikan, pemerintah juga mengimbangi langkah tersebut dengan menaikkan target penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Tercatat, alokasi SBN neto pada 2025 mencapai Rp 642,6 triliun atau naik 42,2% dibandingkan tahun sebelumnya. Strategi ini mencerminkan upaya pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara sumber pembiayaan domestik dan luar negeri di tengah tantangan fiskal dan ketidakpastian ekonomi global.
Adapun secara keseluruhan, pembiayaan utang pada tahun mencapai Rp 775,86 triliun atau meningkat jika dibandingkan outlook 2024 yang hanya Rp 553,11 triliun.
Myrdal mengatakan, peningkatan pembiayaan utang tersebut memang tak bisa dihindari, mengingat kebutuhan belanja yang lebih besar serta defisit APBN yang semakin melebar.
Baca Juga: Ekonom BCA Prediksikan Inflasi Desember Mencapai 1,60% YoY
Tidak hanya dari sisi defisit anggaran, kebutuhan refinancing juga turut berperan dalam memperbesar pembiayaan utang pada tahun depan.
"Perkembangan terkait dengan situasi geopolitik yang bisa berpengaruh terhadap biaya hutang secara global dan akan ada dampaknya juga ke biaya hutang domestik," katanya.
Selain itu, fluktuasi pasar keuangan dan perubahan nilai tukar juga berisiko mempengaruhi tingkat suku bunga yang akhirnya berdampak pada beban pembiayaan negara.
Selanjutnya: Laba Bersih Industri Asuransi Jiwa Tumbuh 18%, Begini Kondisi di Sejumlah Perusahaan
Menarik Dibaca: Solusi Rumah Tangga Praktis untuk Sambut Tahun Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News