Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mewaspadai meningkatnya ketidakpastian global yang berasal dari perang dagang yang meningkat mendorong sentimen penghindaran risiko.
Hal ini bisa mengurangi arus masuk modal pada tahun 2025 yang berimbas pada menipisnya cadangan devisa Indonesia.
Josua menerangkan, sentimen risk-off diperkirakan akan meningkat di tengah meningkatnya tindakan saling balas dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Baca Juga: Tarif Dibalas Tarif, AS-China Makin Panas
Ia melanjutkan, sikap proteksionis Presiden AS Donald Trump dapat meningkatkan inflasi AS lebih lanjut dan mempertahankan suku bunga acuan The Fed lebih lama, sehingga menimbulkan dilema karena kemungkinan resesi AS meningkat akibat konflik perdagangan.
“Ditambah dengan stagnasi ekonomi China yang sedang berlangsung, kondisi ini dapat meningkatkan permintaan untuk aset safe haven non-AS dan mendorong arus modal keluar dari pasar negara berkembang yang memiliki hubungan perdagangan yang kuat dengan China, seperti Indonesia,” tutur Josua kepada Kontan, Senin (14/4).
Sejalan dengan itu, Ia juga mengantisipasi bahwa Bank Indonesia kemungkinan akan melakukan intervensi dengan menggunakan cadangan devisanya untuk menstabilkan nilai tikar rupiah, yang berpotensi menyebabkan penarikan cadangan devisa secara bertahap.
Baca Juga: Perang Tarif Memanas, China Bersumpah akan Bertarung Sampai Akhir
Sebagaimana diketahui, pada penutupan perdagangan Senin (14/4), nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 16.787 per dolar Amerika Serikat (AS).
Meskipun demikian, Josua menilai, fundamental makroekonomi Indonesia yang kuat dan prospek yang baik dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ini dapat terus menarik arus masuk modal secara selektif.
Ia menambahkan, kebijakan DHE SDA yang baru diharapkan dapat terus memperkuat cadangan devisa. Karena kebijakan ini meningkatkan repatriasi devisa hasil ekspor dari 30% menjadi 100%, serta memperpanjang periode penyimpanan di rekening khusus bank nasional dari 3 bulan menjadi 12 bulan.
Baca Juga: China Kembali Balas Tarif Trump, Kekhawatiran Resesi Ekonomi Global Meningkat
Melihat perkembangan terkini, Josua memperkirakan cadangan devisa Indonesia akan berkisar antara US$ 152 miliar hingga US$ 156 miliar pada akhir tahun 2025, meningkat dibandingkan posisi akhir 2024 sebesar US$ 155,72 miliar pada.
Sementara itu, nilai tukar rupiah diproyeksikan sebesar Rp16.500 hingga 17.000 per dolar AS, atau melemah bila dibandingkan posisi Rp 16.102 per dollar AS pada tahun 2024.
Untuk diketahui, Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa cadangan devisa Indonesia mencapai US$ 157,1 miliar pada akhir Maret 2025, naik dari US$ 154,5 miliar pada bulan Februari 2025.
Kenaikan ini sebagian besar disebabkan oleh arus masuk pendapatan dari pajak dan jasa, bersamaan dengan penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, di tengah upaya BI untuk menstabilkan Rupiah dalam menghadapi volatilitas yang berkelanjutan di pasar keuangan global.
Baca Juga: Uni Eropa Tunda Balas Tarif AS, Setelah Donald Trump Melunak
Josua menghitung, kondisi pasar keuangan Indonesia pada Maret 2025 masih berhasil mencatat arus masuk bersih sebesar US$ 0,13 miliar, di tengah meningkatnya ketidakpastian global.
Kemudian, aliran masuk bersih ini terutama didorong oleh aliran masuk di pasar obligasi (SBN) dan pasar SRBI, yang masing-masing mencatat aliran masuk bersih sebesar US$ 0,11 miliar dan US$ 0,25 miliar. Sementara itu, pasar saham mencatat net outflow sebesar US$ 0,49 miliar.
“Kami percaya bahwa peningkatan cadangan devisa di Maret 2025 juga dapat disebabkan oleh implementasi kebijakan DHE SD yang mulai berlaku efektif pada 1 Maret 2025,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News