Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
Pengamat sekaligus Dosen dan Ahli Kebijakan Publik UNJANI, Riant Nugroho menilai, dalam konteks membuat kebijakan, pemerintah tidak bisa menyusun atas dasar kepentingan satu pihak saja.
Begitupun dalam hal revisi PP 109/2012, yang mana pemerintah tidak hanya untuk melindungi kesehatan, melainkan juga melindungi semua pihak khususnya petani tembakau dan Industri Hasil Tembakau.
Baca Juga: Seruan Anies soal reklame rokok dinilai mengabaikan pemulihan ekonomi
Dia memandang, pembuatan kebijakan yang unggul memiliki tiga ciri-ciri yakni harus cerdas, bijaksana, dan memberikan harapan. Oleh karena itu, menurutnya, proses revisi PP itu sebaiknya berhenti dulu, kembali ke awal dan baru digagas apakah kebijakan yang ada ini ada sudah mencapai hasil yang dulu dikehendaki, atau kurang, atau justru melebihi.
Jadi, harus ada kajian kebijakan yang baik, baru kemudian disusun langkah selanjutnya. Pembuatan kebijakan pun, dalam demokrasi Pancasila yang dewasa, perlu melibatkan publik, yaitu mereka yang terdampak dengan kebijakan dan pakar kebijakan publik.
Selain itu, dalam pembuatan kebijakan pun, pemerintah tidak boleh mengikuti tren yang ada saat ini melainkan harus disusun berdasarkan kepentingan sosial, politik, ekonomi, infrastruktur dan keamanan nasional.
Oleh karena itu, untuk mencapai delta dalam suatu regulasi harus ada hasil evaluasi yang benar dan baik berdasarkan kepentingan tersebut.
Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan, Fiskal, Pengendalian Aset, Kedeputian Bidang Perekonomian Sekretariat Kabinet, Trikawan Jati Iswono mengatakan pemerintah sangat berhati-hati dan independen dalam menyusun sebuah peraturan.
Dalam hal rencana revisi PP 109/2021, pemerintah sejatinya tidak hanya fokus pada konteks kesehatan, melainkan dampak kepada IHT dan sektor terkait.