Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dikabarkan sedang mewacanakan untuk menghapus bahan bakar minyak (BBM) varian pertalite dan menggantikannya dengan varian pertamax bersubdisi dengan nama Pertamax Green 92.
Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economics Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan, wacana tersebut membuat masyarakat mau tak mau harus memberli pertamax green lantaran akan menggantikan pertalite.
Untuk itu, dirinya menilai kebijakan tersebut merupakan kenaikan harga BBM dengan cara yang halus namun tricky dan sedikit picik.
Baca Juga: Ini Strategi Kementerian ESDM Dorong Pemanfaatan BBM Campuran Sawit dan Etanol Tebu
"Ini bahasa lain dari menaikan harga BBM untuk publik, yang awalnya harga pertalite Rp 10.000, lalu pertalitenya dihapus, lalu diganti pertamax green dengan harga Rp 13.500," ujar Ronny dalam keterangan yang diterima Kontan.co.id, Minggu (3/9).
Ronny menilai, wacana tersebut juga bisa memicu inflasi. Pasalnya, jika pertalitenya dihapus dan digantikan dengan pertamax green dengan harga Rp 13.500 maka ada kenaikan Rp 3.500. Otomatis, pengeluaran transportasi baik manusia dan barang akan meningkat Rp 3.500 per liter.
Baca Juga: Pertalite Akan Diganti Pertamax Green, Harga Tetap Rp 10.000 Per Liter
Menurutnya, saat pertaline naik dari Rp 7.600 menjadi Rp 10.000 pada tahun lalu, inflasi Indonesia baik berturut-turut dalam beberapa bulan dan daya beli masyarakat tertekan cukup besar sehingga pemerintah harus memberikan bansos BBM.
Nah, hal tersebut juga bisa terulang kembali apabila wacana penghapusan dan penggatian pertalite ke pertamac green 92 tetap dilakukan.
"Maka jika kali ini secara nominal ada kenaikan Rp 3.500, otomatis inflasinya juga lebih kurang akan sama," terang Ronny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News