kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Wacana Pengenaan Iuran Pariwisata Melalui Tiket Penerbangan Masih Dalam Kajian


Selasa, 23 April 2024 / 10:26 WIB
Wacana Pengenaan Iuran Pariwisata Melalui Tiket Penerbangan Masih Dalam Kajian
ILUSTRASI. Wacana iuran pariwisata melalui tiket penerbangan masih dalam tahap kajian awal dan diskusi.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi buka suara soal wacana pengenaan iuran pariwisata melalui tiket penerbangan.

Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kemenko Maritim dan Investasi, Odo RM. Manuhutu mengatakan, wacana tersebut masih dalam tahap kajian awal dan diskusi yang melibatkan berbagai sektor. Kajian tersebut mempertimbangkan berbagai faktor, seperti dampak ekonomi dan sosial. 

Selain itu, kajian turut mempertimbangkan upaya untuk mendukung peningkatan target pergerakan wisatawan nusantara. “Berbagai kebijakan terkait pariwisata berkualitas bertujuan untuk memberikan manfaat signifikan yang dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat. Upaya ini sekaligus mendukung Indonesia Emas 2045,” ujar Odo dalam siaran pers, Selasa (23/4).

Lebih lanjut Odo menyampaikan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi terus berupaya mengembangkan dan meningkatkan pariwisata berkualitas di Indonesia. 

Baca Juga: Wacana Pungutan Dana Wisata via Tiket Pesawat, Sandiaga Uno: Masih Kajian

Melalui Bangga Berwisata di Indonesia (BBWI) Pemerintah menetapkan target pergerakan wisatawan nusantara sebanyak 1,25–1,5 miliar perjalanan pada 2024, dengan potensi pendapatan pariwisata sebesar Rp 3.000,78 triliun. 

Target tersebut ditetapkan dalam rangka BBWI yang telah didukung oleh beberapa kebijakan, termasuk diskon tarif tol, integrasi paket kunjungan wisata dengan kereta api, penyelenggaraan event nasional dengan sistem perizinan yang terintegrasi melalui OSS (Onlines Single Submission).

Odo mengungkapkan bahwa sebanyak 85% aktivitas wisata domestik menggunakan angkutan darat, 3% menggunakan angkutan perairan dan 12% menggunakan angkutan udara. 

Adapun faktor penetapan harga tiket pesawat sebesar 72% ditentukan oleh empat aspek. Yaitu avtur (35%), overhaul dan pemeliharaan pesawat yang termasuk impor suku cadang (16%), sewa pesawat (14%), dan premi asuransi pesawat (7%). 

Baca Juga: Dana Abadi Pariwisata Akan Dipungut dari Tiket Pesawat, Ini Kata Menparekraf

Selain itu, harga tiket Indonesia juga dipengaruhi oleh penurunan jumlah pesawat yang beroperasi menjadi kisaran 400 pesawat dari sebelum pandemi yang mencapai lebih dari 750 pesawat sehingga menciptakan ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. 

"Hal lain yang mempengaruhi adalah kondisi geopolitik di berbagai wilayah dunia yang berdampak pada peningkatan harga avtur,” ungkapnya. 

Dia menjelaskan untuk mendukung upaya penyesuaian harga tiket pesawat terutama dari elemen overhaul dan pemeliharaan pesawat, salah satu langkah yang telah dilakukan adalah penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. 

Peraturan tersebut merelaksasi kebijakan larangan terbatas untuk impor suku cadang industri bengkel pesawat atau maintenance serta repair and overhaul (MRO) untuk operator penerbangan. 

Baca Juga: Wacana Dana Pariwisata Dibebankan Lewat Tiket Pesawat Dinilai Kurang Tepat

Di samping itu, pemerintah saat ini sedang melakukan penyusunan rancangan peraturan tentang Dana Abadi Pariwisata Berkualitas, yang melibatkan berbagai Kementerian dan Lembaga. 

Rancangan peraturan ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem pariwisata berkualitas berlandaskan pada empat pilar yaitu daya saing infrastruktur dasar, pengelolaan pariwisata berkelanjutan, keunikan destinasi, dan layanan pariwisata bernilai tinggi. 

Salah satu upaya konkret menuju pariwisata berkualitas adalah konservasi lingkungan dengan melakukan antara lain rehabilitasi hutan bakau yang mempunyai kapasitas besar dalam menyerap karbon. 

"Sebagaimana riset dari CIFOR, hutan bakau merupakan salah satu hutan terkaya karbon di kawasan tropis, yang mengandung lebih dari 1000 Mg karbon per hektare (Brief Center for International Forestry Research-CIFOR 2023),” pungkas Odo. 

Baca Juga: Kinerja Emiten Pariwisata dan Hotel Diproyeksi Positif, Cek Rekomendasi Sahamnya

Sementara itu, Agus Sujatno, Pengurus Harian YLKI mengatakan bahwa rencana tersebut patut dipertanyakan, ditinjau ulang bahkan ditolak. 

Menurutnya, iuran ini jelas akan menambah beban biaya penerbangan, yang selama ini telah dibebankan beberapa pungutan kepada konsumen.

Lalu, adanya ketidakjelasan pungutan dalam hal pengelolaan. Ketika terkumpul siapa yang akan mengelola, dan kejelasan alokasi. Tanpa transparansi, akan memunculkan dugaan penyalahgunaan.

"Pungutan iuran pariwisata ini juga akan memukul daya beli konsumen penerbangan," ujar Agus saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (22/4).

YLKI menilai, dampaknya juga akan berakibat fatal bagi industri aviasi, yang saat ini sedang mencoba bangkit pasca-pandemi. Serta persaingan dari moda lain, terutama pulau Jawa, yang mengembangkan Tol Trans Jawa. 

"Rencana kebijakan ini juga kontra produktif pada pengembangan dunia pariwisata. Sebab kemungkinan konsumen akan menunda/membatalkan perjalanan pariwisata karena adanya beban tambahan pada moda transportasi udara," pungkas Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×