Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Kementerian Keuangan untuk menyasar pengenaan cukai pada pangan olahan bernatrium tinggi (P2OB) pada tahun 2026 dinilai menjadi sinyal awal pemerintah untuk publik.
Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, wacana ini terlahir dari urgensi Kesehatan yang mendasar. Tercatat konsumsi garam masyarakat Indonesia rata-rata 2.700 mg per hari, melebihi rekomendasi World Health Organization (WHO) yakni 2.000 mg.
Beban pembiayaan BPJS Kesehatan akibat penyakit jantung mencapai Rp12,14 triliun pada 2022, sementara total biaya penyakit katastropik menembus Rp24 triliun.
“Dengan desain yang tepat, cukai ini bisa membantu ekosistem pangan bergeser lebih sehat tanpa mematikan industri,” ujar Achmad dikutip Selasa (12/8/2025).
Payung hukum pengendalian konsumsi natrium telah diatur melalui PP 28/2024 turunan UU Kesehatan, yang memberi opsi pemerintah mengenakan cukai pada pangan olahan tertentu. Namun, pelaksanaan tetap memerlukan sinkronisasi dengan aturan cukai yang berlaku.
Baca Juga: Produk Pangan Olahan Tinggi Garam Dinilai Layak Kena Cukai, Ini Alasannya
Achmad menekankan, desain kebijakan harus hati-hati agar tidak membebani UMKM dan tetap memberi insentif bagi industri melakukan reformulasi. Ia mengusulkan tarif berjenjang berbasis kadar natrium, perlindungan usaha kecil, transparansi naskah akademik, serta pengalokasian penerimaan cukai untuk program kesehatan dan edukasi gizi.
“Tanpa itu, kita hanya menambah beban dapur tanpa mengurangi beban rumah sakit,” ujarnya.
Achmad setidaknya mengajukan tiga pijakan solusi sebelum merealisasikan wacana penerapan cukai ini. Pertama, mulai dari transparency by design. Ia mendorong pemerintah untuk menerbitkan naskah akademik P2OB yang memuat data konsumsi natrium, demand elasticity, health impact assessment, simulasi dampak harga pada kelompok pendapatan berbeda, dan peta kepatuhan industri.
"Ini bukan sekadar formalitas, tanpa transparansi, resistensi akan berlipat. Mengingat pemerintah sudah memosisikan P2OB dalam rencana kerja 2026, pengungkapan dokumen analitik dapat dimulai sekarang agar diskursus publik produktif," ungkapnya.
Baca Juga: Kemenkeu Usulkan Pengenaan Cukai Produk Pangan Olahan Bernatrium pada 2026
Kedua, adopsi carrot-and-stick yang adil. Dalam hal ini Stick-nya adalah tarif cukai berjenjang berbasis kadar natrium dan kategori pangan, sementara carrot-nya berupa tax credit atau penangguhan untuk produsen yang terbukti melakukan reformulasi, plus pendampingan teknis bagi UMKM.
Kombinasi ini menurutnya akan mengurangi beban langsung di harga eceran sekaligus menggeser komposisi produk ke arah lebih sehat.
Ketiga, earmarking cerdas. Sebagian penerimaan dialokasikan kembali ke program pencegahan PTM, edukasi gizi, riset reformulasi, dan subsidi alat ukur natrium bagi UKM pangan.
"Dengan begitu masyarakat melihat “pajak kembali sebagai layanan”, bukan sekadar penarikan. Pengalaman internasional menunjukkan earmarking meningkatkan penerimaan sosial terhadap pajak Kesehatan," ungkapnya.
Baca Juga: Pungutan Cukai Pangan Olahan Bernatrium Bakal Berlaku pada 2026, Ini Kata Bea Cukai
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News