kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

UU Kepabeanan masuk Omnibus Law Perpajakan


Kamis, 05 Desember 2019 / 18:34 WIB
UU Kepabeanan masuk Omnibus Law Perpajakan
ILUSTRASI. Pelayanan pajak di kantor Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Jakarta, Kamis (27/12). UU Kepabeanan menjadi salah satu materi baru dalam Omnibus Law Perpajakan. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/27/12/2018


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Undang-Undang (UU) Kepabeanan menjadi salah satu materi baru dalam RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan Untuk Pengutan Ekonomi atau Omnibus Law Perpajakan. Penerimaan dari kepabeanan diharapkan mampu berkontribusi lebih terhadap penerimaan negara.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan batas atas denda kepabeanan akan direlaksasi dari 1.000% menjadi 400% dalam aturan sapu jagat pajak itu. Hal tersebut disampaikan pada saat Kemenkeu menggelar public hearing sosialisasi Omnibus Law Perpajakan dengan para pengusaha dan konsultan pajak, Rabu (5/12).

Baca Juga: Buruh tuntut pemerintah bahas revisi UU Ketenagakerjaan bersama

Kasubdit Komunikasi Dan Publikasi Bea Cukai Kemenkeu Deni Surjantoro menyampaikan pengaturan denda kepabeanan menjadi penyempurna aturan sebelumnya yang dianggap kurang efektif. Alasannya, denda kepabeanan yang berlaku bagi para eksportir maupun importir kurang bayar baik dari sisi bea masuk maupun bea keluar ini terlalu tinggi. Alih-alih membayar, pengusaha kena denda banyak yang menunggak.

Padahal, tahun ini pemerintah sudah memberikan relaksasi denda kepabeanan. Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas PP No.28/2008 terkait Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan. Aturan yang diterbitkan pada awal Juli itu telah memperluas layer sanksi dari semula 5 layer menjadi 10 layer.

Dalam PP 39/2019 diatur kekurangan sampai dengan 50% dikenai denda 100%, di atas 50% - 100% dikenai denda 125%, di atas 100% - 150% denda 150%, di atas 150% - 200% dikenai denda 175%, dan di atas 200% - 250% dikenakan denda 200%.

Baca Juga: Pemerintah dan DPR bahas RUU dalam prolegnas 2020, salah satunya omnibus law

Adapun eksportir maupun importir yang kurang bayar 250% - 300% dikenai denda sebesar 225%, di atas 300% - 350% dikenai denda 250%, di atas 350% - 400% dikenai denda 300%, lebih dari 400% - 450%  dikenai denda sebesar 600%, dan yang terakhir di atas 450% dari total bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar yang dikenai denda, dikenai denda sebesar 1.000%.

Deni bilang untuk mengatur jumlah layer denda tersebut, akan dijabarkan dalam PP maupun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) setelah Omnibus Law Perpajakan lolos diundangkan pada tahun depan.

“Adanya turunnya batas maksimal denda kepabeanan diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pengusaha untuk membayar denda kepabeanan. Tentu akan meningkatkan penerimaan negara,” kata Deni kepada Kontan.co.id, Kamis (5/12).

Baca Juga: RUU keuangan negara dan konservasi hayati ditarik dari prolegnas prioritas

Asal tahu saja, pengusaha yang kurang bayar bea masuk dan/atau bea keluar tersebut berasal dari berbagai sektor, mulai dari pengolahan sampai otomotif. “Biasanya dari pemeriksaan di pelabuhan kami temukan ada yang kurang bayar,” ujar Deni.

Namun demikian, Deni belum bisa menyampaikan berapa jumlah tunggakan atas denda kepabeanan sampai saat ini. Yang jelas Bea Cukai akan terus menagih denda tersebut dengan pendekatan yang lebih friendly.




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×