Reporter: Adinda Ade Mustami, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sebulan tahun 2015 berjalan, utang luar negeri (ULN) Indonesia sudah bertumpuk. Bank Indonesia (BI) mencatat, utang luar negeri Indonesia selama Januari mencapai US$ 298,6 miliar. Porsi ini naik 2,05% dibandingkan utang luar negeri di Desember 2014 sebesar US$ 292,6 miliar. Secara tahunan atau year on year (YoY), utang luar negeri Indonesia tumbuh 10,1% dibandingkan periode yang sama di 2014.
Utang swasta menyumbang porsi terbesar dari total ULN Indonesia di Januari 2015 dengan nilai US$ 162,9 miliar atau 54,6%. Dari data BI, penyumbang terbesar utang swasta pada Januari 2015 berturut-turut berasal dari sektor keuangan sebesar US$ 47,2 miliar, industri pengolahan (US$ 32,2 miliar), pertambangan (US$ 26,4 miliar), serta listrik, gas, dan air bersih sebesar US$ 19,2 miliar.
Secara tahunan, porsi ULN swasta di setiap sektor mengalami pertumbuhan. Utang swasta di sektor keuangan tumbuh 24,9% YoY, industri pengolahan (8,5%), dan sektor pertambangan 0,2%. Namun pertumbuhan utang ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada Desember 2014 dengan porsi masing-masing sebesar 26,9% YoY, 10,0% YoY, dan 0,3% YoY.
Hanya utang sektor listrik, gas dan air bersih yang pertumbuhannya melejit, yakni 12,2% secara YoY pada Januari 2015. Di Desember 2014, utang di sektor ini hanya tumbuh sebesar 8,9% YoY. Dilihat secara bulanan, pertumbuhan utang swasta pada Januari 2015 terlihat melambat. Pada Januari, pertumbuhan ULN swasta 13,6%. "Pada Desember 2014, pertumbuhan ULN swasta mencapai 14,2%," ujar Tirta Segara, juru bicara BI, Rabu (18/3).
Meski utang swasta tetap tumbuh, BI menilai, perkembangan ULN masih cukup sehat. Cuma, BI tetap waspada mengantisipasi risiko utang terhadap perekonomian nasional ke depannya. BI berjanji akan tetap memantau perkembangan ULN swasta tidak menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makro ekonomi. Sayang Tirta tidak mau menjelaskan berapa banyak ULN swasta yang telah melakukan lindung nilai atau hedging.
Akibat rupiah loyo
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistyaninsih menilai, perlambatan utang sektor swasta pada Januari 2015 lebih dipengaruhi oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pelemahan rupiah menyebabkan swasta mengerem keinginannya berutang. Selain itu, Januari merupakan siklus melambatnya kredit perbankan. "Karena berkaitan dengan produksi yang belum dilakukan," kata Lana.
Selain itu, adanya pengaruh pelambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV tahun lalu sebesar 5,2%, yang menyebabkan industri mengurangi produksi dan utang. Lana memperkirakan, pada Maret tahun ini, porsi utang swasta akan kembali membengkak. Ini seiring mulainya kembali aktivitas produksi sektor swasta sebagai antisipasi menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Meski demikian, penambahan tersebut juga diprediksikan tak signifikan.
Sebelumnya, Kepala Ekonom BII Juniman menilai, BI dan pemerintah masih memiliki cara untuk menurunkan laju ULN Swasta. Yakni, pemerintah dan BI mengendalikan dan mengawasi uang sektor swasta. Aturan tentang penerapan prinsip kehati-hatian ULN swasta perlu ditindaklanjuti dengan pengawasan agar swasta taat aturan. Cara lain ialah pemerintah membatasi rasio utang terhadap modal. Faktanya, banyak swasta berutang hingga 20 kali dari modalnya. Jika rasio utang dibatasi, swasta tidak akan gencar mencari utang ke luar negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News