Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah berencana melakukan restrukturisasi utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Melalui restrukturisasi ini, jangka waktu pembayaran utang akan diperpanjang hingga 60 tahun sehingga beban keuangan menjadi lebih ringan.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai langkah restrukturisasi utang proyek KCJB melalui perpanjangan tenor belum cukup menyelesaikan akar masalah.
Ia menegaskan, solusi fundamental justru terletak pada renegosiasi menyeluruh terkait jumlah utang, bunga, dan pokok pinjaman.
"Kalau hanya sekadar restrukturisasi perpanjangan tenor utang, maka permasalahan enggak akan selesai," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (22/10/2025).
Baca Juga: Luhut : Utang Kereta Cepat Direstrukturisasi Jadi 60 Tahun
Menurutnya, menambah tenor pembayaran utang hanya akan membuat beban utang semakin berat dalam jangka panjang.
"Menambah masa panjang tenor itu kan hanya seolah ringan tiap tahunnya, tetapi kan utangnya makin beban jangka panjang sekali," katanya.
Menurutnya, risiko fiskal dan tekanan terhadap keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT KAI tetap tinggi di masa depan.
Dalam tiga hingga empat tahun ke depan, Bhima memperkirakan tekanan ekonomi global masih cukup berat, sehingga kemampuan pembayaran utang akan semakin terbatas.
Oleh sebab itu, Bhima mengusulkan langkah yang lebih strategis, yaitu melakukan debt swap atau pertukaran utang dengan konsorsium asal China.
Mekanisme ini, kata dia, bisa dilakukan melalui proyek pengembangan Transit Oriented Development (TOD) di sekitar stasiun-stasiun kereta cepat.
"Misalnya porsi joint venture untuk pembangunan hotel, tempat wisata, atau perkantoran di sekitar Stasiun Whoosh itu porsinya pihak China dibuat lebih besar," jelasnya.
Lebih jauh, Bhima menilai opsi paling ideal adalah debt cancellation atau penghapusan sebagian pokok utang.
Baca Juga: Luhut Pandjaitan Respons Menkeu Purbaya Soal Utang Whoosh Pakai APBN
Menurutnya, Indonesia memiliki daya tawar kuat untuk menegosiasikan hal itu karena banyak perusahaan asal China yang telah memperoleh berbagai fasilitas di Indonesia.
"Lebih dari 90% smelter, terutama nikel yang beroperasi itu kan dari China. Dan mereka mendapatkan berbagai fasilitas PSN, keringanan pajak misalnya," katanya.
Bhima juga menekankan bahwa proyek kereta cepat merupakan bagian dari inisiatif Belt and Road milik Tiongkok, sehingga ada ruang diplomasi dan negosiasi yang lebih luas.
"Cara-cara kreatif ini harus ditempuh, karena kalau cuma perpajangan restrukturisasi utang tidak akan menyelesaikan masalah," jelas Bhima.
Senada, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menambahkan bahwa rencana tersebut juga tidak menyelesaikan masalah.
Menurutnya, penyelesaian utang Kereta Cepat tersebut memang perlu mendapat dukungan dari Danantara dan APBN.
"Melihat kondisi saat ini dan tren ke depan, diperpanjang hingga 100 tahun pun tidak akan mampu bayar. Hanya menunda masalah saja. Memang perlu dukungan dari Danantara dan APBN," katanya.
Untuk diketahui, keputusan untuk melakukan restrukturisasi dengan memperpanjang jangka utang hingga 60 tahun disampaikan langsung oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan.
Bahkan, kata Luhut, restrukturisasi tersebut telah dibahas bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Kemarin kita bicara dengan Kementerian Kuangan (Kemenkeu), tidak ada masalah, karena kalau kita restructuring 60 tahun, itu kan jadi lebih kecil," ujar Luhut dalam acara 1 Tahun Prabowo-Gibran, Senin (20/10/2025).
Ia mencontohkan, dengan restrukturisasi, kewajiban pembayaran tahunan bisa ditekan menjadi sekitar Rp 2 triliun per tahun.
"Jadi kita misalnya (bayar) Rp 2 triliun kira-kira satu tahun, dan kemudian penerimaan (dari operasional) Rp 1,5 triliun," katanya.
Menurut Luhut, kesepakatan dengan pihak China sebenarnya sudah dicapai, namun pelaksanaannya sempat tertunda karena adanya pergantian pemerintahan.
"Kita mau lakukan tadi restructuring dengan pihak China. Dan itu mereka sudah setuju," imbuh Luhut.
Selanjutnya: Setoran Pajak Digital Tembus Rp 42,53 Triliun Hingga September 2025
Menarik Dibaca: Hindari Produk Palsu, Ini Panduan Berbelanja Susu di Platform Online dari Lazada
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News