Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar proyek Whoosh yang dioperasikan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Purbaya menjelasan, alasan dirinya menolak pembayaran utang kereta cepat dengan menggunakan dana APBN, lantaran dividen BUMN yang semula disetorkan ke kas pemerintah, kini sudah dialihkan ke BPI Danantara.
Adapun dividen BUMN untuk tahun 2025 adalah Rp 90 triliun. Menurut Purbaya, dari dividen yang dihasilkan tersebut seharusnya sudah cukup untuk membayar utang jatuh tempo Woosh.
Baca Juga: Media Asing Soroti Utang Kereta Cepat antara Indonesia–China
“Kan Danantara terima dividen dari BUMN hampir Rp 90 triliun. Itu cukup untuk menuutup yang Rp 2 triliun bayaran tahunan untuk kereta cepat, dan saya yakin uangnya juga setiap tahun akan lebih banyak, Rp 90 triliun akan lebih,” tutur Purbaya saat ditemui di Kantor Danantara, Rabu (15/10/2025).
Untuk diketahui, jumlah investasi pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung menembus sekitar US$ 7,27 miliar atau Rp 120,38 triliun (kurs Rp 16.500). Dari total investasi tersebut, sekitar 75% dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB), dengan bunga sebesar 2% per tahun.
Utang pembangunan Whoosh dilakukan dengan skema bunga tetap (fixed) selama 40 tahun pertama. Bunga utang KCJB ini jauh lebih tinggi dari proposal Jepang yang menawarkan 0,1% per tahun.
Baca Juga: Kereta Cepat Indonesia China Catat Lonjakan Penumpang Whoosh di Libur Hari Buruh 2025
Selain itu, total utang tersebut belum menghitung tambahan penarikan pinjaman baru oleh KCIC karena adanya pembengkakan biaya (cost overrun) yang mencapai US$ 1,2 miliar, bunga utang tambahan ini juga lebih tinggi, yakni di atas 3% per tahun.
Sebagian besar pembiayaan proyek Whoosh ditopang dari pinjaman CDB, ditambah penyertaan modal pemerintah lewat APBN, serta kontribusi ekuitas konsorsium BUMN Indonesia dan perusahaan China sesuai porsi sahamnya masing-masing di KCIC.
Lebih dari separuh biaya untuk menutup cost overrun berasal dari tambahan utang CDB. Sisanya berasal dari patungan modal BUMN Indonesia dan pihak China yang menggarap proyek ini.
Cost overrun itu ditanggung oleh kedua belah pihak, di mana 60% ditanggung oleh konsorsium Indonesia dan 40% ditanggung oleh konsorsium China.
Mengutip pemberitaan Kompas.com pada 9 Januari 2024, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) kala itu, Didiek Hartantyo mengungkapkan, besaran bunga utang Kereta Cepat Jakarta Bandung dari CBD itu terbagi menjadi dua tergantung pada denominasi utang.
Total utang US$ 542,7 jutadiberikan dalam denominasi dollar AS sebesar US$ 325,6 juta (Rp 5,04 triliun) bunganya 3,2% dan sisanya sebesar US$ 217 juta (Rp 3,36 triliun) diberikan dalam denominasi renminbi alias yuan (RMB) dengan bunga 3,1%.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Tolak APBN Bayar Utang Kereta Cepat, Ini Jumlah Pokok & Bunga Utangnya
Sebelumnya, CEO Danantara Rosan P. Roeslani mengungkapkan proses negosiasi restrukturisasi utang jumbo dari proyek KCIC atau Whoosh tengah berlangsung intensif dengan pihak China.
"Iya, sedang berjalan dengan pihak China, baik dengan pemerintah China maupun dengan NDRC (National Development and Reform Commission), itu sedang berjalan,” ujar Rosan saat ditemui usai agenda forum di Jakarta International Convention Center (JCC), Rabu (8/10/2025).
Rosan menjelaskan, restrukturisasi yang sedang dirancang bukan hanya untuk menyelesaikan permasalahan jangka pendek, melainkan untuk memastikan keberlanjutan proyek dalam jangka panjang.
“Kita maunya bukan restrukturisasi yang hanya menyelesaikan potensi masalah sesaat. Kita ingin reformasi yang komprehensif, agar ke depan tidak lagi muncul kemungkinan seperti default dan persoalan lainnya,” tegasnya.
Selanjutnya: Gadai Mas Nusantara Dapat Izin Nasional, PPGI Sebut Persaingan Bisnis Tetap Stabil
Menarik Dibaca: Bank Digital Ini Siapkan Layanan Pintar untuk Bantu Atur Keuangan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News