Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir November 2021 sebesar Rp 1.082,56 triliun.
Angka tersebut setara dengan 88,04% dari target akhir tahun ini sebesar Rp 1.229,6 triliun. Pencapaian tersebut bahkan tumbuh 14,52% dari realisasi di periode sama tahun lalu senilai Rp 925,34 triliun.
Artinya, pada Desember ini otoritas pajak tinggal mengumpulkan sisa penerimaan pajak senilai Rp 147,04 triliun supaya mencapai target yang telah ditetapkan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan kinerja penerimaan pajak sampai dengan November 2021 disebabkan karena adanya peningkatan basis pajak.
Baca Juga: Penerimaan pajak tembus Rp 1.000 triliun sampai akhir November 2021
“Ini sebagai dampak dari reformasi perpajakan serta peningkatan aktivitas bisnis industri dan badan usaha sebagai dampak dari pemberian insentif perpajakan pada dunia usaha,” kata Neilmaldrin kepada Kontan.co.id, Kamis (9/12).
Selain itu, Neilmaldrin juga mengatakan realisasi penerimaan pajak Januari-November 2021 juga disebabkan karena peningkatan aktivitas ekonomi yang didukung oleh upaya pemulihan ekonomi nasional.
Lebih lanjut, Neilmaldrin memaparkan berdasarkan sektornya, penerimaan pajak hingga akhir November didominasi oleh sektor industri pengolahan sebesar 27,95%.
Baca Juga: Kemenkeu berencana buka peluang insentif pajak lagi bagi UMKM
Selanjutnya, sektor perdagangan besar dan eceran (reparasi perawatan mobil dan sepeda motor) sebesar 20,63%, jasa keuangan dan asuransi sebesar 12,02%, serta sektor pertambangan dan penggalian sebesar 10,02%. Sisanya, berasal dari sektor usaha lainnya.
Adapun, ia menyampaikan pada Desember ini otoritas akan mengoptimalkan penerimaan pajak melalui pengawasan Wajib Pajak Orang Probadi (WP OP) tajir atau high wealth individual (HWI) dan WP grup.
Kemudian, Ditjen Pajak juga menggencarkan pengawasan berbasis kewilayahan, dan pengawasan atas transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Terakhir, pengawasan transaksi afiliasi yang terindikasi transfer pricing, serta sinergi pengawasan dengan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), dan pemerintah daerah (Pemda).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News