Reporter: Ratih Waseso | Editor: Handoyo .
"Dalam setiap perjanjian kerjasama selalu dituangkan kewajiban untuk menjamin kerahasiaan, keutuhan dan kebenaran data serta tidak dilakukannya penyimpanan data kependudukan. Menteri Dalam Negeri sudah mewanti wanti agar seluruh Lembaga pengguna selain mematuhi semua peraturan perundang-undangan (rule of law) juga harus mematuhi ketentuan yang terkait dengan hak privacy atau hak privat masyarakat terkait dengan perlindungan rahasia data pribadi," tegas Zudan.
Kembali Zudan menegaskan bahwa Kemendagri tidak memberikan data kependudukan kepada lembaga pengguna. Kemendagri hanya memberikan hak akses untuk verifikasi data. Ia menjelaskan hak akses verifikasi data yang diberikan kepada ketiga perusahaan tersebut tidak memungkinkan ketiganya untuk dapat melihat secara keseluruhan ataupun satu persatu data penduduk.
Namun hak akses ini hanya memungkinkan untuk dilakukannya verifikasi kesesuaian atau ketidaksesuaian antara data-data yang diberikan seorang penduduk yang akan menjadi calon nasabah fintech dengan data yang ada pada database kependudukan.
Zudan memberikan ilustrasi, apabila seorang penduduk bernama Budi ingin melakukan pinjaman online di salah satu dari ketiga perusahaan fintech, maka Budi memberikan data dirinya berupa NIK, Nama, Tempat Lahir dan Tanggal/Bulan/Tahun lahir dan sebagainya yang disyaratkan oleh perusahaan tersebut kepada salah satu perusahaan melalui aplikasi pinjaman online.
Baca Juga: YLKI nilai pemberian akses data dukcapil ke Pinjol sudah kelewat batas
Nah dari data diri yang telah diberikan Budi tersebut Zudan menjelaskan, kemudian dilakukan verifikasi oleh perusahaan dengan database kependudukan Kemendagri. Dari proses verifikasi dengan data Kemendagri tersebut, kemudian perusahaan aplikasi pinjaman online mendapatkan respon berupa notifikasi “SESUAI” atau ”TIDAK SESUAI”.
Kemendagri pun selalu melakukan langkah-langkah pengamanan sistem dengan standar terukur, guna memastikan bahwa hak akses verifikasi data selalu berada dalam koridor hukum. "Terhadap pelanggaran atas penyalahgunaan data kependudukan dikenakan pidana penjara selama 2 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 95A UU No.24 Tahun 2013," jelas Zudan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News