kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Uji materi Pengupahan Buruh kandas di MK


Rabu, 07 September 2016 / 21:52 WIB
Uji materi Pengupahan Buruh kandas di MK


Reporter: Agus Triyono | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Upaya perlawanan buruh menggugat penetapan upah minimum di UU Ketenagakerjaan kandas. Para Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi Pasal 88 ayat 4 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut. 

Dalam putusan yang dibacakan Ketua MK, Arief Hidayat, MK menyatakan, gugatan uji materi yang diajukan oleh para buruh tersebut tidak beralasan menurut hukum. "Maka dalam amar putusannya, Mahkamah menyatakan, menolak permohonan para pemohon," katanya di Gedung MK Rabu (7/9).

Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan, penetapan upah dengan menggunakan Pasal 88 ayat 4 UU Ketenagakerjaan sudah memberikan dan memenuhi prinsip kepastian hukum serta keadilan, baik bagi pekerja maupun pengusaha. 

"Frasa 'dengan memperhatikan' pada Pasal 88 ayat 4 juga tidak menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak memunculkan ambiguitas pemaknaan apapun," katanya.

Sebagai catatan saja, 123 buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Tanpa Nama menggugat mekanisme penentuan upah yang terdapat dalam UU Ketenagakerjaan. Mereka menggugat Pasal 88 ayat 4 UU tersebut.

Pasal tersebut berbunyi, "Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi."

Mereka melalui Iskandar Zulkarnaen, Kuasa Hukum Aliansi menilai keberadaan ketentuan tersebut memiliki ruang kosong yang bisa menimbulkan penafsiran berbeda-beda antara pemerintah, serikat pekerja dan juga asosiasi pengusaha.

Ruang kosong tersebut muncul akibat keberadaan frasa "berdasarkan" dan "dengan memperhatikan" ada rumus penetapan upah minimum. Hal itu, mereka anggap tidak menimbulkan kepastian bagi pekerja untuk mendapatkan imbala wajar untuk memenuhi kebutuhan hidup laik bagi diri mereka dan keluarga.

Menurut mereka, keberadaan frasa tersebut telah ditafsirkan pemerintah bahwa penetapan besaran upah minimum oleh gubernur tidak harus sama dengan nilai keburuhan hidup laik. Masalah bertambah, ketika pemerintah membuat Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan di mana, upah dihitung dari hasil penambahan upah tahun berjalan dengan hasil perkalian antara UMP tahun berjalan dengan penjumlahan inflasi dengan pertumbuhan ekonomi nasional.

"Itu menunjukkan bahwa pemerintah menganggap bahwa seolah- olah pasal itu belum memberikan kejelasan mengenai rumus dalam menghitung dan menetapkan besaran upah minimum," katanya beberapa waktu lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×