Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hingga akhir Februari 2025 hanya mencapai Rp 76,4 triliun atau 14,9% dari target APBN 2025.
Sayangnya, realisasi tersebut turun 4,5% jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebesar Rp 80 triliun.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Andalas (Unand) Syafruddin Karimi menilai PNBP memang tidak mungkin sepenuhnya menutupi kekurangan penerimaan negara hingga akhir tahun 2025.
Meskipun PNBP berkontribusi terhadap APBN, struktur penerimaan negara masih didominasi pajak, yang merosot 30% hingga Februari 2025.
"Dengan PNBP juga mengalami kontraksi sebesar 4,5%, potensi optimalisasi penerimaan dari sumber ini menjadi semakin terbatas," ujar Syafrudin kepada Kontan.co.id, Jumat (14/3).
Baca Juga: Genjot Penerimaan, Pemerintah Bakal Revisi Tarif PNBP Batubara Hingga Nikel
Syafruddin menyebut, PNBP sangat bergantung pada harga komoditas, dividen BUMN, dan layanan publik. Saat ini, harga batubara, minyak, dan nikel mengalami koreksi, yang berakibat pada melemahnya royalti dari sektor pertambangan dan energi.
Selain itu, dividen BUMN kemungkinan lebih rendah akibat tekanan profitabilitas di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Menurut Syafruddin, pemerintah memang bisa mengoptimalkan aset negara dan meningkatkan kepatuhan pembayaran royalti, tetapi hasilnya tidak bisa instan. Tanpa terobosan signifikan dalam diversifikasi PNBP, gap penerimaan negara akan tetap besar.
Oleh karena itu, pemerintah harus mengandalkan kombinasi strategi yakni meningkatkan kepatuhan pajak, mengoptimalkan PNBP, serta mengendalikan belanja negara agar defisit tidak semakin melebar.
"Jika hanya berharap pada PNBP, maka risiko ketergantungan utang akan semakin besar," katanya.
Lebih lanjut, Syafruddin menyarankan pemerintah untuk mengambil langkah strategis guna meningkatkan setoran PNBP di tahun ini.
Pertama, pemerintah perlu mengoptimalkan pemanfaatan aset negara yang belum produktif. Banyak aset milik negara, seperti lahan, bangunan, dan infrastruktur, yang bisa disewakan atau dikelola secara lebih efisien untuk meningkatkan pendapatan.
Baca Juga: Kementerian ESDM Bakal Kerek Tarif PNBP Batubara
Kedua, pemerintah harus memperketat pengawasan dan kepatuhan terhadap pembayaran royalti serta dividen BUMN.
Menurutnya, masih terdapat celah dalam pelaporan dan pembayaran kewajiban PNBP dari perusahaan-perusahaan yang berkontribusi terhadap penerimaan negara.
"Reformasi sistem administrasi dan transparansi menjadi kunci untuk memastikan pembayaran PNBP sesuai dengan ketentuan," terangnya.
Ketiga, pemerintah perlu mempercepat eksplorasi dan hilirisasi sektor sumber daya alam agar nilai tambah dari PNBP meningkat.
Pasalnya, jika pemerintah hanya bergantung pada harga komoditas global, maka penerimaan PNBP akan tetap berfluktuasi dan sulit diandalkan sebagai penopang utama APBN.
Selanjutnya: Net Sell Asing Tembus Rp 1,77 Triliun Saat IHSG Tumbang 1,98% Hari Ini (14/3)
Menarik Dibaca: Semarang Diguyur Hujan Mulai Pukul 10 Pagi, Pantau Cuaca Besok di Jawa Tengah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News