Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
Jadi, iuran 3% untuk memiliki rumah adalah kemustahilan bagi buruh dan peserta Tapera. "Sudah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah,” ujar Said Iqbal.
Kedua, Tapera membebani buruh dan rakyat saat ini karena dalam lima tahun terakhir, upah riil buruh (daya beli buruh) turun 30%. Upah tidak naik hampir 3 tahun berturut-turut dan tahun ini kenaikan upah sangat rendah.
Jika dipotong lagi 3% untuk Tapera, beban hidup buruh semakin berat, apalagi potongan iuran buruh lima kali lipat dari potongan iuran pengusaha.
Baca Juga: Pengusaha dan Pekerja Kompak Menolak Iuran Tapera, Begini Alasannya
KSPI menyatakan bahwa dalam UUD 1945, tanggung jawab pemerintah adalah menyiapkan dan menyediakan rumah murah untuk rakyat, seperti program jaminan kesehatan dan ketersediaan pangan murah. "Tetapi dalam program Tapera, pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh," terang Iqbal.
Ketiga, menurut Said Iqbal, program Tapera tidak tepat dijalankan sekarang selama tidak ada kontribusi iuran dari pemerintah, seperti program penerima bantuan iuran dalam program jaminan kesehatan.
Baca Juga: Tekanan Bertubi-tubi, Masyarakat Diadang Pungutan dan Kenaikan Harga Barang
Keempat, program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana dari masyarakat, khususnya buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum. Tapera kurang tepat dijalankan sebelum ada pengawasan ketat untuk mencegah korupsi dalam dana program Tapera.
"Jangan sampai korupsi merajalela di Tapera seperti yang terjadi di ASABRI dan TASPEN," pungkas Iqbal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News