Reporter: Ferry Saputra | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom berpendapat meningkatnya proporsi pekerja informal, bantuan sosial tidak merata, dan kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan menyebabkan target tingkat kemiskinan sebesar 7% yang diusung pemerintah pada 2024 sulit terwujud.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan pandemi Covid-19 menimbulkan scaring effect. Salah satu indikasinya yakni meningkatnya proporsi dari pekerja informal dalam struktur ketenagakerjaan di dalam negeri.
Menurut dia, orang yang menggantungkan pendapatannya pada sektor informal sangat rentan terguncang ketika terjadi dinamika sedikit saja dalam perekonomian, termasuk ketika dilanda pandemi Covid-19.
"Keadaan tersebut bisa berpotensi mendorong mereka untuk bisa jatuh kembali ke gelombang kategori orang miskin," ucap dia kepada Kontan.co.id, Senin (30/1).
Baca Juga: Target Tekan Kemiskinan 2024 Sulit Dicapai
Yusuf menerangkan fenomena tersebut turut andil dalam peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 0,03% poin menjadi 9,57% pada 2022. Selain itu, relatif besarnya proporsi sektor pekerjaan formal dalam struktur ketenagakerjaan juga dianggap memengaruhi angka tersebut.
Yusuf juga menilai dari sisi bantuan pemerintah terbilang relatif lebih kecil pada tahun ini jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian, dia menganggap beberapa orang yang berada di kategori miskin tidak sepenuhnya masuk ke dalam kategori masyarakat yang mendapatkan bantuan dari pemerintah.
"Dengan disesuaikannya anggaran yang dilakukan pemerintah di tahun ini, maka potensi mereka untuk tidak mendapatkan bantuan juga menjadi lebih besar," kata dia.
Baca Juga: Indef: Peran Pemerintah Harus Lebih Besar Ketimbang BI Meredam Inflasi
Yusuf berpendapat permasalahan data penduduk miskin juga berpotensi menghambat penyaluran bantuan dari pemerintah. Hal itu yang menjadi tantangan bagi pemerintah untuk berupaya menekan angka jumlah penduduk miskin di tahun ini dan juga 2024.
Selain itu, dia menyebut isu teknis soal penyaluran bantuan yang dipukul rata ke semua daerah berpotensi tak akan tepat sasaran, padahal antardaerah memiliki variasi tingkat kemiskinan yang berbeda.
"Hal ini juga yang akan menjadi tantangan untuk mengurangi tingkat kemiskinan, terutama di masing-masing provinsi atau pun daerah," tutur dia.
Baca Juga: BPS: Target Pemerintah Soal Tingkat Kemiskinan 7% pada 2024 Sulit Dicapai
Menurut Yusuf, kemampuan pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja juga menjadi faktor yang membuat target pengurangan kemiskinan di angka 7% pada tahun depan sulit dikejar.
Dia bahkan menganggap investasi yang dilakukan pemerintah proporsinya makin sedikit dalam menyerap tenaga kerja. Dia menganggap seharusnya investasi yang masuk dapat mendorong peningkatan kesejahteraan dan bisa menjadi penahan bagi masyarakat agar tidak terjebak dalam jurang kemiskinan ketika terjadi guncangan perekonomian.
Oleh karena itu, Yusuf menyampaikan pemerintah perlu memperhatikan terlebih dahulu sejumlah permasalahan tersebut sehingga bisa mengejar penurunan tingkat kemiskinan yang ditargetkan pada tahun depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News