Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menggelar sidang perdana permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari PT Bank UOB Indonesia kepada dua entitas anak PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), yaitu PT Putra Taro Paloma, dan PT Balaraja Bisco Paloma pada Senin (20/8).
"Iya tadi sidang perdana, agendanya legal standing, dan kita juga sudah berikan jawaban," kata kuasa hukum termohon PKPU Pringgo Sanyoto dari Kantor Hukum Kresna & Asociates kepada Kontan.co.id, Senin (20/8).
Meski sudah memberikan jawaban atas permohonan PKPU, Pringgo masih enggan membocorkan sikap Taro, dan Balaraja terkait utang-utang yang ditagih UOB.
"Besok saja ya, sekalian pembuktian. Karena tidak enak mendahului proses persidangan," lanjut Pringgo.
Meski demikian, kuasa hukum UOB Swandy Halim dari Kantor Hukum Swandy Halim & Partners bilang, sejatinya dalam jawaban yang telah diserahkan, para termohon PKPU mengakui punya tagihan kepada UOB.
"Sepintas yang saya baca dari jawaban, mereka (termohon) mengakui adanya utang yang bisa ditagih," kata Swandy kepada Kontan.co.id, Senin (20/8).
Pekara ini terdaftar dengan nomor 117/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN Jkt.Pst. sementara dari berkas permohonan yang didapatkan Kontan.co.id, diketahui nilai tagihan Rp 188,02 miliar.
Rinciannya, ada tiga fasilitas kredit yang diberikan UOB kepada Taro, pertama comitted term loan dengan nilai Rp 87,42 miliar, kedua fasilitas trust receipt dan clean trust receipt senilai Rp 82,67 miliar, dan terakhir fasilitas overdraft senilai Rp 17,82 miliar. Sementara Balaraja dalam permohonan ini berposisi sebagai penjamin (corporate guarantee).
Utang-utang terkait modal kerja kepada Taro ini sudah coba ditagih UOB melalui surat somasi pada 31 Juli 2018. Dimana dalam surat dinyatakan batas akhir pembayaran ditentukan pada 3 Agustus. Namun hingga pendaftaran perkara, belum ada utang yang dibayarkan.
Dalam berkas permohonan, Bank UOB juga turut menggandeng PT Bank DBS Indonesia, dan PT Supracor Sejahtera sebagai kreditur lain. Meski demikian tak disebut berapa nilai tagihan kedua kreditur lain ini.
"Supracor ini punya tagihan langsung ke termohon 1 (Taro), kalau DBS punya tagihan ke PT Subafood Pangan Jaya, dimana termohon 2 (Balaraja) juga jadi penjamin atas tagihan tersebut. Tapi soal nilainya saya lupa," lanjut Swandy.
Dari laporan keuangan Tiga Pilar 2017, Subafood memang tercatat pernah dapat fasilitas kredit dari DBS berupa account payable financing senilai Rp 15 miliar, dan revolving credit senilai Rp 5 miliar pada 2013. Kemudian pada Subafood dapat fasilitas tambahan kredit senilai Rp 25 miliar. Sementara hingga 31 Desember 2017, seluruh utang Subafood kepada DBS masih senilai Rp 19,97 miliar.
Selain kepada Taro, dan Balaraja, UOB sendiro juga mengajukan permohonan kepada PT Tiga Pilar Sejahtera, dan PT Tiga Pilar Sejahtera, dan PT Poly Meditra Indonesia. Permohonan ini terdaftar dengan nomor perkara 18/Pdt.Sus/2018/PN Smg sejak 9 Agustus 2018 lalu.
"Kalau yang di Semarang, sebenarnya debitur ada empat, dalam arti mereka mengikatkan diri bersama-sama atas fasilitas yang diberikan UOB dimana hingga 31 Juli 2018 nilai tagihannya sudah mencapai Rp 55,33 miliar," kata Swandy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News