Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi
Capital outflow tersebut semakin berbahaya lantaran sampai saat ini Indonesia masih mengalami defisit neraca transaksi berjalan (CAD). Kuartal II-2019 lalu, CAD Indonesia mencapai US$ 8,4 miliar atau 3% dari PDB. Defisit ini naik dari US$ 7 miliar atau 2,6% dari PDB pada kuartal pertama.
Bank Dunia memproyeksi, CAD Indonesia di akhir 2019 sebesar US$ 33 miliar, naik dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 31 miliar. Tambah lagi, pertumbuhan FDI Indonesia juga lesu. Tahun ini, Bank Dunia perkirakan FDI Indonesia hanya US$ 22 miliar.
Dengan kondisi ini, Bank Dunia memperkirakan dibutuhkan setidaknya US$ 16 miliar per tahun inflow pembiayaan eksternal untuk menutup gap defisit tersebut.
Baca Juga: Bank Dunia: Defisit Indonesia naik, capital outflow membahayakan ekonomi Indonesia
“Pembiayaan eksternal yang dibutuhkan bisa lebih banyak jika capital outflow yang diprediksi benar-benar terjadi,” terang Bank Dunia.
Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin tertekan sepanjang tahun ini di tengah perlambatan ekonomi global.
Selain risiko perekonomian dan geopolitik global yang makin tinggi, tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia juga disebabkan oleh lemahnya produktivitas dan pertumbuhan tenaga kerja yang melambat.
Di samping itu, Bank Dunia menilai, pelemahan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga disebabkan oleh upaya penurunan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).
Bank Dunia memandang, penurunan CAD bukan solusi utama untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. “Solusinya adalah meningkatkan foreign direct investment (FDI),” terang Bank Dunia dalam riset yang diterima Kontan.co.id, Kamis (5/9).
Bank Dunia menyebut, penurunan CAD sama dengan penurunan pertumbuhan PDB. Secara teori, neraca transaksi berjalan merupakan tabungan (savings) dikurangi investasi (investment).