Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana mengumumkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tahun depan pada Oktober 2021. Hal tersebut diumumkan oleh Kementerian Keuangan Agustus lalu.
Direktur PT HM Sampoerna Tbk Elvira Lianita berharap, agar pemerintah tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau segmen SKT pada 2022. Sebab pemulihan Industri Hasil Tembakau (IHT) akibat pandemi Covid-19 masih terbilang lambat.
Elvia menjelaskan secara keseluruhan IHT mengalami penurunan tertinggi sekitar 10% pada 2020 yang didorong oleh penurunan rokok Golongan 1 yang membayar tarif cukai tertinggi. Kenaikan cukai sangat tinggi dan pandemi Covid-19 di tahun 2020 berdampak negatif pada daya beli perokok dewasa.
Tahun 2021, penurunan kinerja industri dinilai melambat. Elvira mengatakan, meskipun Golongan 1 terus mengalami penurunan, terjadi pertumbuhan pesat pada segmen rokok dengan tarif cukai lebih rendah dan harga murah pada Semester 1 2021 yang mengakibatkan pertumbuhan IHT sebesar 9%.
Baca Juga: Pemerintah akan meningkatkan penerimaan negara dan pertajam belanja pada 2023
Lebih lanjut, Elvira mengatakan, dengan didukung oleh keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai sigaret kretek tangan (SKT) segmen padat karya ini memiliki kinerja yang baik dan berhasil membalikkan tren penurunan historis dari kategori rokok linting tangan pada tahun 2021.
“Dengan perbaikan ini, Sampoerna berhasil meningkatkan kapasitas produksi melalui Mitra Produksi Sigaret (MPS) kami dan menciptakan 6.000 lapangan kerja baru di 28 kota/kabupaten di seluruh Jawa,” jelas Elvira kepada Kontan.co.id, dikutip pada Minggu (17/10).
Untuk itu, Elvira berharap berharap agar pemerintah melanjutkan dukungannya terhadap segmen SKT yang padat karya dengan tidak menaikkan tarif cukai untuk kategori ini di tahun 2022.
Sebab, Menurut data dari Kementerian Perindustrian, sekitar 70% dari total pekerja IHT terlibat di segmen SKT, dan didominasi oleh perempuan. Sedangkan bahan baku tembakau dan cengkih yang digunakan oleh rokok SKT dua kali lipat lebih banyak daripada rokok buatan mesin.
Oleh karena itu, dengan tidak menaikkan cukai untuk segmen SKT, hal ini akan menjaga stabilitas lapangan pekerjaan serta penyerapan bahan baku tembakau dan cengkih yang diproduksi oleh petani lokal.
Baca Juga: HUT ke-89, Nojorono Tobacco meluncurkan produk SKM baru
Sementara itu, untuk segmen rokok mesin Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM), kenaikan cukai yang mengacu pada angka inflasi akan mendukung keberlangsungan IHT dan memberikan ruang untuk pulih dari dampak pandemi Covid-19.
Elvira bilang, Kenaikan cukai yang tinggi di tengah melemahnya daya beli perokok dewasa dapat memicu peningkatan permintaan rokok ilegal.
Situasi pandemi juga menyebabkan akselerasi tren downtrading (beralihnya perokok dewasa ke produk dengan tarif cukai rendah dan harga murah). Pertumbuhan pesat pada segmen rokok dengan tarif cukai rendah dan harga murah ini, sangat mengkhawatirkan dari perspektif penerimaan negara, dan yang lebih penting lagi, dari perspektif pencegahan perokok anak.
Oleh karena itu, kebijakan cukai rokok perlu diformulasikan agar laju downtrading dapat dihentikan guna membantu pemerintah dalam mengoptimalisasikan penerimaan negara.
“Kami berharap kebijakan cukai yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat memberikan ruang bagi industri untuk pulih sehingga dapat turut berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional,” pungkasnya.
Selanjutnya: Produksi rokok naik, Gappri tetap tolak rencana kenaikan tarif cukai rokok
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News