Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Biro Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Krisna Rya menyatakan akan menunggu putusan ihwal sengketa PT Kideco Jaya Agung dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
"Karena sudah ada gugatan maka kita akan menghormati proses hukum yang berlangsung, biar pengadilan yang memutuskan nanti. Kita menunggu putusan saja," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (6/8).
Kideco memang tengah menggugat BKPM ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarya dengan nomor perkara 156/G/2018/PTUN-JKT pada 28 Juni 2018. ini dilakukan Kideco lantaran BKPM secara sepihak menerbitkan Surat Keputusan BKPM no 5/1/IPPKH/PMA/2018 pada 2 April 2018.
Surat tersebut terkait Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan operasi produksi batubara dan sarana penunjang milik Kideci seluas 11,975 hektare pada kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Tetap di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.
Nah Krisna bilang. Surat BKPM memang merupakan terusan dari KLHK terkait adanya perubahan areal dalam konsesi Kideco.
"Karena sebagian areal punya dia masuk ke Areal Penggunaan Lain (APL), makanya masuk ke regulasi baru," sambung Krisna.
Regulasi yang dimaksudkan Kresna adalah Peraturan Menteri Kehutanan 50/2016 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Di mana kata Krisna, dalam beleid tersebut perusahaan yang pegang Perjanjian Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPPKH) harus mengubahnya menjadi IPPKH.
Ini yang kemudian jadi sumber Direktorat Jenderal Planalogi KLHK mengubah PPPKH Kideco menjadi IPPKH. Meskipun Kideco mengklaim tak pernah memohonkan perubahan tersebut.
"Kideco dulu PPPKH, kemudian sesuai Permenhut 50/2016 harus diubah menjadi IPPKH. Dulu belum ada jamannya dia. Nah dari Dirjen Planalogi mencuplik abis Permenhut 50/2016 untuk mengubahnya," lanjut Krisna.
Padahal kata kuasa hukum Kideco Arfidea Saraswati dari kantor hukum AKSET, PPPKH Kideco yang dirilis sejak 1992, sejatinya baru berakhir pada 2022 mendatang.
Pun, Arfidea bilang, dalam Permenhut 50/2016 tak serta merta mengubah PPPKH menjadi IPPKH. Sebab PPPKH sejatinya masih berlaku hingga masa waktunya habis.
"Penerbitan IPPKH bertentangan dengan beberapa regulasi, pun dalam Permenhut 50/2016 diatur bahwa PPPKH yang masih berlaku akan tetap diakui sampai jangka waktu berakhir, dan IPPKH hanya dapat diberikan berdasarkan permohonan," katanya kepada KONTAN, Jumat (3/8) di kantor Kideco, Jakarta.
Sementara itu di PTUN Jakarta, sidang perdana gugatan ini telah digelar pada Senin (6/8). Dalam sidang, perwakilan BKPM yang enggan disebut namanya bilang bahwa pihaknya masih akan berkoordinasi untuk menyiapkan jawaban. Sebab, dalam sidang pihak BKPM belum siap menyerahkan jawaban atas gugatan.
"Kita perlu koordinasi dulu dengan KLHK, karena memang objek gugatan berasal dari sana mulanya," katanya seusai sidang kepada Kontan.co.id.
Ia juga bilang, dalam pemeriksaan perkara sebelumnya, pihak KLHK sejatinya telah diajukan sebagai tergugat intervensi, namun ditolak.
Pun Majelis Hakim Ketua Nasrifal bilang, lantaran dalam sidang BKPM jadi tergugat sendirian. Hakim Nasrifal minta agar BKPM menyiapkan jawaban sekaligus tanggapan atas permohonan penundaan objek perkara pada sidang selanjutnya, Senin (13/8).
Terkait hal ini Krisna bilang, pihak KLHK memang tak perlu jadi tergugat intervensi sebab baik KLHK dan BKPM sama-sama perwakilan pemerintah.
"Ya kita kan sama pemerintah, lagi pula surat dari Kepala BKPM itu atas nama Ibu Menteri KLHK (Siti Nurbaya)," sambung Krisna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News