Reporter: Benedictus Bina Naratama | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Program asuransi pertanian yang telah dicanangkan oleh pemerintah sejak 2013 tidak dapat diterapkan pada awal 2015. Hal ini disebabkan pembahasannya masih berada di Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.
Direktur Jenderal Prasarana dan Saranan Pertanian Kementerian Pertanian Sumardjo Gatot Irianto menjelaskan, hingga kini kebijakan program asuransi pertanian masih dibahas di Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. "Saya belum tahu kapan kebijakan tersebut akan keluar," jelasnya (31/12).
Program asuransi pertanian sudah di uji coba pelaksanaan di tiga daerah, yaitu di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Selatan selama Oktober 2014 hingga Maret 2013. Rencananya program ini akan diterapkan secara nasional pada tahun ini.
Namun rencana itu terkendala anggaran. "Sampai sekarang belum ada anggaran yang disiapkan dari kementerian," ungkap Sumardjo.
Sumardjo mengklaim, uji coba sudah sesuai harapan. Petani koorperatif dengan mengasuransikan lahan pertaniannya ke Jasindo sebagai pihak pelaksana asuransi. Jika terjadi gagal panen, Jasindo yang akan memberikan biaya tanggungan kepada petani.
Jasindo akan memfasilitasi pembayaran premi sebesar 80% atau Rp 144.000 per hektare. Sedangkan petani hanya membayarkan 20% atau Rp 36.000 per hektare. Bila terjadi gagal panen, petani berhak mendapatkan Rp 6 juta per hektare.
Dengan mengikuti asuransi pertanian ini, petani harus melaksanakan tata cara pertanian yang benar seperti menggunakan sistem irigasi yang baik dan dapat mengendalikan hama. Untuk saat ini lahan pertanian padi masih menjadi prioritas perlindungan dari asuransi pertanian ini. Berikutnya, Sumardjo berharap sapi yang digunakan untuk membajak sawah dapat diasuransikan secara luas juga.
Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan Winarno Thorir mengaku optimis program ini akan berjalan walau masih berada di Badan Kebijakan Fiskal. "Tahun depan kan panjang dari Januari sampai Desember. Jadi masih mungkin bisa diterapkan tahun depan. Tapi memang untuk bulan Januari sangat tidak mungkin. Semoga bisa bulan Maret atau April," jelasnya.
Menurutnya asuransi pertanian sangat dibutuhkan petani karena setiap tahunnya beban kerugian akibat gagal panen besar. Gagal panen terutama disebabkan oleh musim kemarau panjang dan terjangkit hama. "Ini yang membuat produktivitas produksi pertanian di dalam negeri menjadi menurun," ujar Winarno.
Terhambatnya program asuransi pertanian ini, menurutnya, kerena pemerintah sangat lambat dalam menentukan dana anggaran. Ini terbukti masih belum adanya anggaran yang disiapkan oleh Kementerian Pertanian untuk tahun 2015 dan pembahasannya masih terganjal di Badan Kebijakan Fiskal.
"Pembahasannya sudah dibahas oleh pemerintah. Kementerian Pertanian masih membahas berapa subsidi premi yang akan dibayarkan oleh pemerintah dan berapa yang akan dibayarkan oleh petani. Meskipun begitu saya masih sangat optimis dapat diterapkan tahun 2015," ungkap Winarno.
Winarno berpendapat jika petani mendapatkan perlindungan asuransi pertanian, maka kesempatan untuk mengajukan pinjaman melalui jalur perbankan akan menjadi lebih mudah. "Jika petani punya asuransi, perbankan akan lebih mudah memberikan pinjaman sehingga petani bisa memperluas usahanya. Karena bank tidak mau kalau petanu tidak memiliki asuransi," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News