Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) banyak mendapatkan suntikan modal dari uang negara, padahal kondisi keuangan perusahaan pelat merah tersebut merugi. Namun, Jokowi justru merasa heran dengan putusan pemerintah.
“Sehingga kalau yang lalu-lalu BUMN-BUMN kan banyak terlalu keseringan kita proteksi. Sakit tambahin PMN. Sakit, suntik PMN. Maaf, terlalu enak sekali,” kata Jokowi dalam acara Pengarahan bersama Jajaran Direktur Utama BUMN, Sabtu (16/10).
Padahal, dalam mekanisme suntikan modal melalui penyertaan modal negara (PMN), terlebih dahulu harus melalui Peraturan Pemerintah (PP). Sebelum berlaku, PP yang merupakan aturan pelaksana pemberian PMN itu harus ditandatangani Presiden RI Joko Widodo.
Proses penetapan PMN pun sebetulnya memakan waktu dan diskusi. Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Tri Wahyuningsih Retno Mulyani mengatakan PMN diberikan kepada BUMN ditetapkan bersama antara pemeirntah dan DPR RI.
Baca Juga: Wakil Menteri BUMN II lakukan kunjungan ke co-location holding BUMN UMi Bogor
Misalnya, untuk PMN tahun anggaran 2022, pemerintah mengajukannya kepada parlemen. Lalu, pemerintah menyusun daftar BUMN penerima PMN dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022.
Setelah disahkan dalam UU APBN, pemerintah dan DPR RI tetap berlangsung. Proses ini berjalan paling tidak hingga paruh pertama tahun setelahnya. Sehingga, PMN kepada BUMN umumnya diberikan pada periode kedua.
“PMN kepada BUMN/lembaga harus ditetapkan dengan PP. Proses pencaiarannya harus menunggu kelengkapan regulasi-regulasi terkait,” kata Tri kepada Kontan.co.id, belum lama ini.
Adapun selama tujuh tahun Jokowi menjabat sebagai presiden, yakni 2014-2020, pemerintah telah menyuntikan PMN kepada BUMN dengan total mencapai Rp 176,1 triliun. Untuk tahun ini outlook PMN sebesar Rp 71,2 triliun.
Sementara itu, dividen dari BUMN dalam tujuh tahun sebesar Rp 297,6 triliun, dengan outlook tahun ini sebesar Rp 30 triliun. Sebagai catatan, angka tersebut sebagian kecil juga bersumber dari badan usaha lainnya.
Kendati demikian, setoran dividen dari BUMN justru mayoritas berasal bukan dari para penerima PMN. Dalam tujuh tahun terakhir BUMN penyumbang dividen terbesar yakni PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT BRI (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Pertamina (Persero), dan PT BNI (Persero) Tbk
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Ebi Junaidi mengatakan, pemberian PMN seharusnya taki selalu dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan pelat merah yang merugi
Baca Juga: Begini penjelasan manajemen Garuda Indonesia (GIAA) atas nasib restrukturisasi utang
Sebab, ia menyampaikan hampir 87% dana PMN dikucurkan untuk BUMN yang mendapatkan penugasan negara. Maka, penilaian utamanya bukan dari dividen yang diterima di saat tahun setelahnya. Namun, hasil dari penugasan negara yang bertujuan untuk pelayanan publik.
“Ini investasi pemerintah kalau bernilai positif, ini akan menjadi baik. Maka dividen yang dihasilkan dari PMN tersebut akan didapat setelah bertahun-tahun setelah menerima PMN. Yang terpenting pelayanan publik,” kata Ebi kepada Kontan.co.id, Rabu (20/10).
Kendati demikian, Ebi berpesan agar PMN diberikan dengan pertimbangan yang matang. Misalnya, adanya rencana pemberian PMN kepada poryek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
“Apakah proyek tersebut kemudian return bancknya sebesar itu? Dan harus mengetahui apakah ini benar-benar kebutuhan masyarakat yang tidak ada barang substitusi,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News