Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
Adapun selama tujuh tahun Jokowi menjabat sebagai presiden, yakni 2014-2020, pemerintah telah menyuntikan PMN kepada BUMN dengan total mencapai Rp 176,1 triliun. Untuk tahun ini outlook PMN sebesar Rp 71,2 triliun.
Sementara itu, dividen dari BUMN dalam tujuh tahun sebesar Rp 297,6 triliun, dengan outlook tahun ini sebesar Rp 30 triliun. Sebagai catatan, angka tersebut sebagian kecil juga bersumber dari badan usaha lainnya.
Kendati demikian, setoran dividen dari BUMN justru mayoritas berasal bukan dari para penerima PMN. Dalam tujuh tahun terakhir BUMN penyumbang dividen terbesar yakni PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT BRI (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Pertamina (Persero), dan PT BNI (Persero) Tbk
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Ebi Junaidi mengatakan, pemberian PMN seharusnya taki selalu dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan pelat merah yang merugi
Baca Juga: Begini penjelasan manajemen Garuda Indonesia (GIAA) atas nasib restrukturisasi utang
Sebab, ia menyampaikan hampir 87% dana PMN dikucurkan untuk BUMN yang mendapatkan penugasan negara. Maka, penilaian utamanya bukan dari dividen yang diterima di saat tahun setelahnya. Namun, hasil dari penugasan negara yang bertujuan untuk pelayanan publik.
“Ini investasi pemerintah kalau bernilai positif, ini akan menjadi baik. Maka dividen yang dihasilkan dari PMN tersebut akan didapat setelah bertahun-tahun setelah menerima PMN. Yang terpenting pelayanan publik,” kata Ebi kepada Kontan.co.id, Rabu (20/10).
Kendati demikian, Ebi berpesan agar PMN diberikan dengan pertimbangan yang matang. Misalnya, adanya rencana pemberian PMN kepada poryek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
“Apakah proyek tersebut kemudian return bancknya sebesar itu? Dan harus mengetahui apakah ini benar-benar kebutuhan masyarakat yang tidak ada barang substitusi,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News